Ia harus datang melapor dua kali dalam sepekan, setelah menjadi tersangka dan penahanannya ditangguhkan.
Baca: 4 Fakta Penabrak Wanita Hamil Hingga Tewas, Syok Hanya Bengong Saat Ditanya Hingga Nasib 3 Anaknya
Kasat Lantas Polres Jakarta Barat, Kompol Hari Admoko menjelaskan terdapat sejumlah pertimbangan pihak kepolisian mengabulkan permohonan penangguhkan penahanan FMS.
"Jadi dasarnya pertama kooperatif, dan kemudian tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti."
"Ada jaminan permohonan dari keluarga dan orangtua sebagai penjamin," kata Hari dikutip dari channel YouTube KompasTV, Minggu (1/3/2020).
Hari megatakan penangguhan penahanan tersebut telah sesuai dengan aturan yang ada, yakni sebagaimana yang diatur dalam pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal tersebut berbunyi:
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Hari menambahkan, meskipun demikian proses hukum akan tetap berjalan.
"Tersangka wajib lapor, proses hukum tetap berjalan. Pasal yang kita kenakan di pasal 310 ayat 3 juncto ayat 4," tandasnya.
Pasal yang dimaksud di sini berada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Sedangkan bunyi pasal 310 sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Diberitakan sebelumnya, kecelakaan yang menewaskan ER terjadi di Gang Madat Jalan Palmerah Utara IV, RT 13 RW 06, Palmerah, Jakarta Barat pada Sabtu (22/2/2020) siang.
Saat itu, FMS sedang belajar mengemudikan mobil dengan transmisi otomatis atau matic bersama suaminya.
Dia kaget saat melihat korban Erlinda menyeberang.
Dalam kondisi kaget, FMS bukan injak rem, ia justru menginjak pedal gas.
Mobil lalu melaju dan menabrak Erlinda hingga membentur tiang listrik.
Suami Erlinda yang berada di lokasi juga tertabrak.
Diketahui Erlinda saat itu tengah hamil 7 bulan.
FMS didampingi suaminya kemudian membawa korban ke Rumah Sakit Bhakti Mulya, Slipi, Jakarta Barat.
Korban lalu dirujuk ke Rumah Sakit Pelni, Jakarta Pusat.
Namun, Minggu (23/2/2020) sekitar jam 16.10 WIB, korban meninggal dunia di RS Pelni.
(Tribunnews.com/Daryono, Endra Kurniawan) (TribunJakarta/Kurniawati Hasjanah)