TRIBUNNEWS.COM - Pakar ekonomi menanggapi curhatan viral seorang karyawan bergaji Rp 20 juta yang mengalami kesulitan membayar cicilan saat gajinya turun akibat dampak pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, karyawan swasta di Jakarta tersebut mengaku saat ini ia hanya menerima gaji sekitar Rp 10 juta per bulan.
Padahal, ia masih harus membayar cicilan mobil sebesar Rp 4,5 juta per bulan serta cicilan KPR sekira Rp 5 juta per bulan.
Sehingga, uang bulanannya hanya tersisa Rp 500 ribu untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya bersama anak dan istri.
Curhatan tersebut hingga saat ini belum diketahui apakah benar-benar nyata.
Namun, terlepas dari hal itu, pakar ekonomi dari Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta memberikan tanggapannya terkait kondisi keuangan karyawan tersebut.
Dosen Program Studi Akuntansi Unisri Surakarta, Drs. Suharno, MM, Akuntan, mengatakan pandemi Covid-19 memang berdampak sangat luas dan di luar perkiraan.
Baca: Tak Bisa Manggung karena Wabah Covid-19, Cita Citata Tak PHK Karyawan Tapi Terpaksa Memotong Gaji
"Tentunya kita ikut prihatin dengan pandemi Covid-19 dan ini berdampak luas sekali, tidak terduga, di luar yang kita perkirakan," kata Suharno saat diwawancarai Tribunnews.com melalui Zoom Meeting, Rabu (13/5/2020) siang.
Menurut Suharno, kesulitan yang dialami karyawan tersebut sebenarnya dapat diminimalisir apabila ia mengikuti pola pengelolaan keuangan yang tepat.
Suharno mengatakan, dalam mengelola gaji bulanan, sebaiknya menggunakan perbandingan 50 : 30 : 10 : 10.
"Kalau tadi ada seseorang yang punya penghasilan Rp 20 juta, dia mengambil pinjaman mobil kemudian juga KPR dengan angsuran 9,5 jt per bulan, waktu itu dia merasa bahwa kehidupannya cukup aman," ujar Suharno.
"Padahal sebenarnya kalau kita mengikuti pengelolaan keuangan yang baik, itu seharusnya dalam porsi gaji itu perbandingannya 50 : 30 : 10 :10, artinya 50 persen itu digunakan untuk kegiatan operasional keseharian seperti pembayaran listrik, telepon, kebutuhan sembako, dan sebagainya."
"Tentu kalau bisa maksimal (pinjaman) hanya 30 persennya, kemudian 10 persen ditabung, 10 persen buat cadangan," terangnya.
Suharno menambahkan, jika melihat kasus ini, maka dapat diketahui bahwa karyawan tersebut memakai 47,5 persen gajinya untuk membayar pinjaman.