TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus tindak pidana perdagangan anak di bawah umur kembali terjadi di Gang Royal, Rawa Bebek, Penjaringan Jakarta Utara.
Bahkan, kegiatan prostitusi ini terjadi di tengah masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, polisi awalnya mendapatkan informasi itu dari masyarakat yang melaporkan adanya kerumunan di lokasi tersebut.
Setelah didatangi polisi, ternyata benar. Ada lima kafe yang tengah aktif melayani laki-laki hidung belang yakni Kafe Sekar Wangi, Kafe Andani, Kafe Dur, Kafe Endang, dan Kafe Arema.
Baca: Bepergian di Tengah Pandemi, Calon Penumpang Pesawat Diimbau Lengkapi Dokumen Resmi
Baca: Pemerintah Sudah Maksimal Realisasikan Percepatan Program Kartu Prakerja
Dari lokasi tersebut, polisi mengamankan sebanyak 51 orang yang terdiri dari pemilik, pekerja seks komersial (PSK) dan para pelanggannya.
Dari lima kafe ini kami mengamankan 51 orang. Dari 51 orang ini, dua di antaranya adalah anak-anak yang masih di bawah umur. Perempuan jenis kelaminnya," kata Budhi, Rabu (20/5/2020).
Budhi menambahkan, dari 51 orang itu empat orang jadi tersangka. Dua di antara tersangka itu adalah orang yang menyewakan kamar untuk praktik prostitusi.
"Tersangka yang ketiga adalah orang yang berhubungan badan dengan anak di bawah umur," ucap Budhi.
Tersangka keempat merupakan joki atau orang yang menawarkan pekerja seks komersial (PSK) kepada para lelaki hidung belang.
"Terhadap mereka ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara. Saat ini kami sedang melakukan pengejaran terhadap (orang yang masuk) DPO (daftar pencarian orang). Kami yakni pemilik dari kamar dan kafe tersebut," ucap Budhi.
Berkali-kali beraksi
Padahal, polisi sudah mengungkap tindak pidana ini pada awal tahun 2020. Pada 13 Januari 2020, Polda Metro Jaya menemukan sejumlah anak berusia 14 sampai 18 tahun dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di lokasi tersebut.
Anak-anak di bawah umur itu dijual seharga Rp 750.000 hingga Rp 1,5 juta kepada tersangka yang dipanggil mami.
Dalam pengungkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya, terdapat sembilan orang yang dijadikan tersangka yaitu berinisial R atau biasa dipanggil mami A, mami T, D alias F, TW, A, E, AH dan H.
Para tersangka ini biasa mencari anak-anak di bawah umur ke berbagai daerah seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Jadi Pramusaji
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan tersangka H menawarkan pekerjaan sebagai pramusaji dengan gaji relatif tinggi.
Padahal, anak-anak tersebut dijual kepada tersangka yang biasa dipanggil mami.
"Dia (tersangka H) menawarkan (pekerjaan) menjadi pramusaji dengan gaji Rp 5 juta sampai Rp 6 juta per bulan. Bekerja sebagai pramusaji di pusat restoran, di tempat-tempat hiburan," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2020).
Tarif
Kemudian oleh para mami, anak-anak di bawah umur itu dijual seharga Rp 750.000 hingga Rp 1.500.000 kepada tersangka yang dipanggil mami.
Anak-anak tersebut akan mendapat bayaran Rp 150.000 setiap kali melayani seorang laki-laki hidung belang.
Dari jumlah itu, senilai Rp 90.000 diserahkan kepada mami. Sisanya, senilai Rp 60.000 menjadi penghasilan para korban.
Apabila tidak mencapai 10 pelanggan, mereka didenda Rp 50.000 per hari. Para korban akan mendapatkan uang mereka setiap dua bulan sekali.
Mereka tidak bisa keluar dari tempat penampungan yang telah disediakan.
Selain itu, mereka dicegah untuk menstruasi menggunakan sebuah pil agar bisa melayani 10 pria dalam sehari.
Mereka juga tidak diizinkan memegang ponsel sehingga tidak dapat berhubungan dengan orang-orang di luar tempat penampungan.
Tak sampai sebulan, kasus berulang
Tak berapa lama setelah penggerebekan dari Polda Metro Jaya, Aparat Polres Metro Jakarta Utara kembali melakukan penggerebekan pada 30 Januari 2020.
Jaraknya dari penggerebekan pertama tak sampai satu bulan.
Operasi ini mulanya sempat bocor sehingga kawasan tersebut kosong melompong. Hanya ada barang bukti berupa minuman keras, alat kontrasepsi, dan catatan keuangan kafe yang diamankan sebagai barang bukti.
Tapi polisi kemudian menjebak para tersangka dan mendapati ratusan PSK yang di antaranya masih di bawah umur serta pemilik dari kafe tersebut.
Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, dua tersangka telah diamankan, masing-masing bernama Suherman dan Sulkifli.
Sementara lima tersangka lainnya masih berstatus buron, salah satunya merupakan pemilik kafe yang dijadikan tempat penampungan.
"Peran dari kedua tersangka ini adalah mereka yang menjaga agar para korban atau para wanita-wanita ini tidak kabur dari rumah penampungan," kata Budhi.
Menyikapi temuan dari polisi tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Utara pun bertindak. Mulanya aparat dari Satpol PP menyegel dan mencabut aliran listrik kafe-kafe yang ada di Gang Royal pada 10 Februari 2020.
"42 kafe yang disegel, termasuk lima ada wisma-nya," kata Kasatpol PP Jakarta Utara Yusuf Majid di lokasi.
Yusuf mengatakan, penyegelan serta pencabutan arus listrik itu dilakukan atas penegakan Perda Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Penertiban Umum dan pelanggaran perizinan.
Sementara itu, Camat Penjaringan Depika Romadi menegaskan bahwa kafe-kafe yang berdiri di Gang Royal itu berstatus ilegal karena berdiri di lahan milik PT KAI.
"Pada prinsipnya ini lahan milik PT KAI. Jadi pemasangan listrik kalau sesuai prosedur harusnya ada izin dari pemilik lahan. Tapi, saat ini setelah dikonfirmasi PT KAI pada saat rapat beberapa waktu lalu PT KAI tidak pernah mengizinkan," ujar Depika.
Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko juga sempat angkat bicara terkait tempat prostitusi tersebut.
Ia kemudian mengancam memidanakan warga yang ada di Gang Royal apabila menyambungkan kembali listrik yang sudah dicabut.
"Kalau suatu sudah dinyatakan tindakan pelanggaran dan kita sudah melaksanakan himbauan, pelanggaran atasnya itu ada sanksi pidana," ujar Sigit.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Geliat Kafe Prostitusi Anak di Gang Royal, Muncul Lagi meski Digerebek Berkali-kali"