TRIBUNNEWS.COM - Keputusan jaksa menjatuhkan tuntutan 1 tahun penjara bagi penyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan mendapat banyak kritikan.
Novel menilai pengadilan kasusnya yang berjalan lebih dari dua bulan itu punya banyak kejanggalan.
"Ini tergampar sekali bahwa proses persidangan berjalan dengan aneh, berjalan dengan banyak kejanggalan dan lucu saya katakan," kata Novel, dikutip dari Kompas TV Jumat (12/6/2020).
Padahal menurutnya level penyerangan yang dia alami sudah termasuk yang paling tinggi.
Sayangnya kedua penyerangnya hanya dihukum satu tahun penjara.
Baca: Tuntutan Jaksa Satu Tahun Penjara Terhadap Penyerang Novel Mengoyak Rasa Keadilan
Baca: Komisi Kejaksaan akan Tindaklanjuti Jika Ada Indikasi Pelanggaran dalam Proses Penuntutan Novel
Novel justru khawatir, penegakan hukum yang tidak adil seperti ini akan dialami masyarakat lebih luas.
"Yang kedua kalau pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini bahwa pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lainnya," jelas Novel.
"Walaupun faktanya kita tahu bahwa banyak sekali masyarakat yang menjadi korban dari ketidakadilan, dari proses penegakan hukum yang bermasalah yang sudah terjadi."
"Tapi apakah kita mau abaikan, kita mau biarkan?" ujarnya.
Jaksa menyatakan kedua terdakwa yakni Rahmat Kadir dan Rony Bugis terbukti sah melakukan tindak pidana penganiayaan yang terencana.
Kejahatannya ini pun mengakibatkan luka berat pada area wajah Novel, tepatnya di bagian mata.
Dikutip dari Kompas.com, keduanya dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Menyoal tuntutan yang hanya 1 tahun penjara, jaksa beralasan tuntutan sesuai dengan pasal yang diterapkan.
Menurut jaksa kedua terdakwa dari awal tidak berniat menargetkan wajah Novel untuk dilukai.