TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Lusia Mujiati (46) membelikan sebuah handphone (HP) seharga Rp 800 ribu untuk keperluan anak sekolah, Minggu (12/7). Lusi, panggilan akrabnya, sehari-hari berdagang kecil-kecilan. Ia menjajakan makanan berupa donat dan risol kepada para pelanggannya. Penghasilan Bu Lusi dari berdagang makanan per bulan kurang lebih Rp 300 ribu.
Lusi dikaruniai empat anak dari pernikahannya. Namun ia harus menanggung beban, membiayai pendidikan empat anaknya seorang diri setelah sang suami meninggal dunia, tahun 2015 silam.
Baca: Jawaban Soal Mengapa Kita Harus Belajar di Rumah? Materi SD Kelas 1-3 di TVRI, Hari Pertama Sekolah
Anak pertamanya, kini sudah bekerja. Sementara tiga lainnya masih sekolah Sekolah .Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Luar Biasa (SLB) setara SMP, dan Sekolah Dasar (SD).
Hari ini, Senin (13/7/2020) merupakan tahun ajaran baru bagi tiga anaknya yang masih sekolah. Aktivitas belajar mengajar tiga anaknya masih dilakukan dengan sistem belajar dari rumah akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Belajar di masa pandemi, lanjut Lusi, keperluan utama bagi tiga anaknya yang masih sekolah yakni gadget. Mulai dari laptop, komputer, handphone, dan jaringan internet (WiFi).
Baca: Soal dan Jawaban TVRI Jenjang SD Kelas 1-3, Senin 13 Juli 2020: Materi Hari Pertama Sekolah
"Anak-anak sekarang sekolah dari rumah, jadi kebutuhan utama anak-anak saat ini harus pakai laptop, komputer, handphone. Handphone pakai pulsa, yang paling mahal untuk biaya pulsa kalau tidak pakai WiFi," Lusi bercerita saat ditemui tribun, Minggu (12/7/2020).
Minggu sore, anaknya yang masih di bangku SD meminta sebuah HP untuk keperluan sekolah. Ia kemudian membelikan sebuah HP seharga Rp 800 ribu, walau penghasilan dari berdagang per bulan hanya Rp 300 ribu.
"Yang kecil minta handphine, sudah dibeli harganya Rp 800 ribu. Terus, nanti untuk paketannya, bertahap," ujarnya.
"Seragam sekolah belum. Kalau kemarin sudah belanja alat-alat sekolah, untuk buku, sekitar Rp 1 juta (dibeli menggunakan KJP)," Lusi menjelaskan kembali.
Baca: Gakkum KLHK Tetapkan 2 Tersangka Penebangan Ilegal di Hutan Ampang Kampaja, NTB
Membiayai tiga anaknya yang masih bersekolah, diakuinya berat apalagi dengan seorang diri. Namun, Lusi, mengaku bersyukur ada program Kartu Jakarta Pintar (KJP). KJP yang tidak bisa didebet dimanfaatkannya untuk membayar SPP dua anaknya yang bersekolah di sekolah swasta. "KJP itu untuk beli alat-alat sekolah, alat tulis. KJP tidak bisa didebet, jadi biasanya saya pakai untuk SPP," katanya.
Sementara dari hasil berdagang dimanfaatkan untuk jajan anak hingga keperluan sekolah anak-anaknya. "Setiap hari saya kan jualan, jadi harus kondisikan untuk bayar sekolah," katanya.
"Saya jualan sudah dari anak pertama masih satu tahun, dari dulu emang jualan. Kalau sekarang ini kurang lebih satu bulan hasil jualan cuma ada Rp 300 ribuan lebih," katanya lagi.
Baca: Hari Pertama Sekolah, Komisi X Minta Nadiem Turunkan Tim Khusus Pantau Lapangan
Lusi mengaku keberatan dengan sistem belajar dari rumah. Belajar dari rumah, lanjut dia, justru memberikan beban baru baginya. Tak lain harus mempersiapkan gadget dan jaringan internet bagi tiga anaknya. "Kita sebenarnya keberatan juga. Sudah bayar SPP anak-anak tidak masuk, sementara kita tetap bayar. Di rumah ini pakai pulsa, jadi ada biaya ekstra," katanya.
"Dan belum lagi buku cetaknya harus tetap punya. Kalau yang di SLB saat ini fokusnya praktik-praktik, jadi dipandu gurunya. Untuk praktiknya itu Rp 50 ribu per bulan. Jadi ada untuk SPP ada untuk praktiknya," katanya lagi.
Baca: Selain Bikin e-KTP, Djoko Tjandra Juga Dikabarkan Buat Paspor
Ia berharap agar pandemi Covid-19 segera berakhir. Ia ingin agar tiga anaknya yang masih sekolah bisa segera kembali ke sekolah, bertemu dengan teman-teman dan mendapatkan bimbingan dari guru-gurunya. "Maksudnya bisa ketemu sama temannya dan gurunya di sekolah. Jadi anak-anak belajar di sekolah," jelas Lusi.
Lusi mengakui berat bila anak-anak harus belajar di rumah. Ia yang sibuk bekerja, juga harus direpotkan dengan mengurusi sekolah anak-anak. "Kepinginnya sih seperti dulu lagi, biar saya juga tidak pusing. Kalau sekarang ini kan mikirin kerja, mikirin sekolah anak-anak sekolah, jadi pusing,"kata Lusi lagi.