"Benar-benar begini, situasinya sepi. Pangsa pasar daging kurban pun turun drastis," sambung Sukamto.
Melihat kondisi bisnis hewan kurban miliknya, Sukamto mengaku sedih.
Ia telah menghabiskan puluhan juta untuk mendistribusikan 70 ekor kambing ke DKI Jakarta.
"Sekarang juga sudah naik biaya transport. Biaya distribusi kambing dari Wonosobo, dulu satu mobil untuk ngirim itu Rp 2,5 juta. Kalau sekarang Rp 3,5 juta, itu baru mobil belum lain-lain," ujar Sukamto.
Sukamto mengungkapkan, biaya perawatan satu ekor kambing yang dibawa dari Wonosobo ke Jakarta masing-masing Rp 300 ribu.
"Ditotal 70 ekor kambing, jadi sudah Rp 21 juta sendiri dan sekarang belum ada yang laku," katanya.
"Itu prihatin banget, itu memang berat banget kalau begini kondisi," katanya lagi.
Terpaksa Ngutang di Warung
Marwoto Poniman (60), kakak Sukamto, menceritakan, pendapatan dari berdagang hewan kurban di masa pandemi Covid-19 masih nihil.
Uang yang dijadikan modal berdagang hewan kurban di Ibu Kota telah habis.
Mereka kini kesulitan sekadar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di Jakarta.
"Buat makan di Jakarta susah. Bahkan terpaksa ngutang di warung untuk beli rokok juga ngutang di warung karena kambing belum laku sama sekali," ungkap Marwoto kepada Tribun, Kampung Tengah Jakarta Timur, Selasa (21/7).
Marwoto mengatakan, proses pendistribusian hewan kurban yang dijualnya bersama Sukamto di Jakarta merupakan alasan mereka kehabisan uang.
Para pedagang hewan kurban, kata Sukamto, sekadar untuk membuat surat jalan dari Jawa ke DKI Jakarta kini dikenai biaya yang cukup besar.
"Bayar pos ternak per ekor kambing Rp 10 ribu, sapi Rp 25 ribu per ekor. Tahun kemarin bisa Rp 1000, malah bisa tidak ngasih. Masalah perjalanan, per ekor 10 ribu 70 ekor sama dengan 700 ribu," jelas Marwoto.
"Padahal uang 700 ribu itu cukup makan beberapa hari di Jakarta karena tidak tahu di jalan ada seperti itu. Tahunya biasa-biasa saja, tidak tahu ada biaya seperti itu," sambung Marwoto.