Kedua belah pihak yang bertikai telah menyatakan berdamai pada kasus tersebut.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, kasus damai itu bisa menjadi preseden buruk bagi keteladanan pendidikan.
"Salah satu pendidikan karakter yang dikembangkan sekolah itu soal keteladanan," kata Ubaid Matraji, Sabtu (29/8/2020).
Ubaid mengatakan kasus tersebut semestinya dapat dilanjutkan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Ubaid mengatakan, kasus yang tidak dilanjutkan itu bisa mencoreng dunia pendidikan sebagai wadah melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
Bahkan, dia menilai langkah perdamaian yang diputuskan pihak sekolah lebih merujuk kepada tindakan koruptif.
"Harusnya ya diteruskan karena proses-proses perdamaian semacam ini pasti tidak fair dan ujung-ujungnya kita enggak tahu kenapa sampai damai karena ini mencoreng."
"Juga ada dugaan-dugaan hal yang tidak baik tetapi ini adalah menyangkut intitusi pendidikan, itu garis besarnya," kata Ubaid.
Dia menambahkan, kasus yang sudah jelas melanggar hukum tetapi tidak diproses hukum akan memicu orang lain untuk melanggar hukum.
"Orang yang ketahuan saja berujung damai, kita ya nyantai saja kira-kira begitu kan. Itu kan bagian dari praktik-praktik tindakan koruptif di sekolah, itu bisa tumbuh subur kalau modelnya semcam ini," ujar Ubaid.
Penyidikan dihentikan
Usai ditetapkan beberapa pekan sebagai tersangka, Saidun memang dapat bernapas lega dikarenakan perkaranya itu telah berujung pada perdamaian antar kedua belah pihak yang bertikai.
"Dari penyidik sudah ada perdamaian dan pencabutan laporan. Saya kira kalau sudah mencapai rasa keadilan semua pihak baik itu korban, pelaku pertimbangan untuk dihentikan penyidikan gitu. Seperti halnya kasus-kasus lain," kata Kapolres Kota Tangsel, AKBP Iman Setiawan saat dikonfirmasi, Tangsel, Jumat (28/8/2020).
Iman menuturkan pihaknya menerima pencabutan laporan polisi terkait perkara itu sejak sepekan yang lalu.