Banyak suka-duka yang ia alami selama menjual makanan dengan sistem jemput bola seperti ini.
Ifan mengatakan, pada awalnya dia merupakan karyawan yang bekerja di bagian pengantaran makanan ke pelanggan.
Namun, selama pandemi, tugasnya bertambah dengan menjual pizza langsung di pinggir jalan kepada pelanggan. Seluruh karyawan, kata Ifan, mendapatkan bagian untuk menjual langsung makanan yang diproduksi.
Jika dia mendapatkan shift pertama, maka pada pagi harinya Ifan bertugas menyebarkan flyer maupun brosur selama 30 menit. Setelah itu, pada pukul 11.00-12.00, dia mulai berangkat untuk menjual makanan.
"Saya bagian delivery, masuknya jam 09.00, dagangnya jam 13.00. Karena outlet saya rame, banyak antrean, makanya didaganginnya jam 13.00-an," tutur dia.
Selain kedua shift tadi, Ifan mengatakan, outlet tempatnya bekerja juga mempekerjakan karyawan yang bertugas di bagian dapur untuk menjajakan makanan.
Mereka, sebut Ifan, bertugas menjajakan makanan pada shift ketiga.
"Kalau pulangnya enggak tentu. Kalau enggak habis kami sampai malam jam 22.00, kalau habis jam 16.00 kami balik lagi ke outlet, kami nambah lagi," tutur dia.
Dalam sehari, Ifan bisa membawa puluhan pack makanan. Ifan harus berusaha menjual habis makanan yang dibawa.
Sebab jika tidak, maka ia harus membawa pulang untuk dimakan di rumah. Namun, jika jumlahnya besar, dia biasa membaginya dengan karyawan lain.
Hal ini dilakukan, sebab menurut ketentuan perusahaan, makanan yang diproduksi hari itu harus dihabiskan.
"Dari pihak outlet enggak nyuruh habis banget, tapi diusahakan dihabiskan," tutur Ifan.
Ketentuan lainnya adalah, makanan tersebut tidak boleh dijual kembali pada keesokan harinya.Ini karena, perusahaan menurut ketentuan perusahaan, makanan yang dijual harus yang dimasak pada hari itu juga.
Ifan menuturkan, saat sepi pelanggan, dia bisa membawa pulang beberapa pack pizza.