TRIBUNNEWS.COM - Kelompok buruh yang menamai dirinya sebagai Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi demo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/10/2020).
Ketua Komite Kesetaraan Nasional KSBSI, Emma Liliefna mengaku setidaknya 1.000 buruh yang tergabung KSBSI dilibatkan dalam aksi hari ini.
"KSBSI dan 10 federasi afiliasi buruh lainnya telah dibohongi dengan RUU Cipta Kerja yang disahkan DPR menjadi UU Cipta Kerja dalam rapat Paripurna tanggal 5 Oktober 2020 yang lalu," katanya dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Senin (12/10/2020).
Emma menegaskan ada sejumlah alasan pihaknya menolak keberadaan UU tersebut.
Pertama ia menyebut jika usulan yang diberikan persatuan pekerja dan buruh dalam pertemuan Tim Tripartit tidak diakomodir dalam UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan.
Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja, Polri Tetapkan 10 Tersangka Kasus Perusakan, Penjarahan di Kantor ESDM
"Kedua bahwa UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh jika dibandingkan dengan UU nomo 13 Tahun 2003."
"Ketiga, hak-hak tersebut meliputi, PKWT/kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan, besaran pesangon diturunkan."
"Ketiga bahwa KSBSI tanggal 10-23 Juli 2020 telah mengusulkan 4 hal di atas kembali ke UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi pada kenyataannya dibohongi," urai Emma.
Oleh karena itu, KSBI menuntut dua hal terkait keberadaan UU Cipta Kerja.
"Pertama menolak pengasahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang dan kedua, mendesak Presiden Jokowi menerbitkan PERPU pembatalan UU Cipta Kerja," tandasnya.
Penjelasan Pemerintah soal UU Cipta Kerja
Pemerintah Indonesia memberikan bantahannya terhadap keberadaan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang disebut hanya menguntungkan segelintir orang.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD pascaterjadinya aksi penolakan UU tersebut di sejumlah daerah.
Mahfud menegaskan kehadiran UU Cipta Kerja disusun untuk merespon keluhan masyarakat yang menilai pemerintah lamban dalam mengurus proses perizinan usaha.
Termasuk juga aturan-aturan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lain.
Baca: Ekonom: Klaster Perpajakan di UU Cipta Kerja Bikin Penerimaan Negara Berkurang
"Oleh sebab itu dibuat undang-undang yang sudah dibahas lama (UU Cipta Kerja, Red), di DPR itu semua sudah didengar, semua fraksi ikut bicara, kemudian pemerintah juga sudah berbicara dengan semua serikat buruh," kata Mahfud dikutip dari channel YouTube KOMPASTV, Jumat (9/10/2020).
"(Bicara) berkali-kali di kantor ini, kantor Menkopolhukam, dan kantor Kementerian Perekonomian. Dan juga pernah di kantor Kementerian Ketenagakerjaan."
Mahfud dalam kesempatan tersebut, juga menegaskan dengan disahkannya UU Cipta Kerja tidak bertujuan membuat susah masyarakat.
"Tepatnya tidak ada satu pemerintah di manapun di dunia yang mau menyengsarakan rakyatnya dengan membuat undang-undang," imbuhnya.
Baca: UU Cipta Kerja Sudah Disahkan DPR, Apa Rencana Jokowi Selanjutnya?
Isi UU Cipta Kerja
Selanjutnya, secara gamblang Mahfud merincikan poin-poin dari UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR dengan Pemerintah Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu itu.
Pertama isinya, UU di atas mempermudah perizinan bagi pengusaha.
Sehingga tidak berbelit-belit (birokratis) dan tumbang tindih.
"Siapa pun yang mau berusaha, baik dalam negeri dan luar negeri menyediakan peluang," ucap Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menilai perizinan bagi pengusaha sangat penting, utamanya dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Baca: Presiden: UU Cipta Kerja Mendukung Upaya Pemberantasan Korupsi
Mahfud melaporkan setiap tahunnya angkatan kerja di Indonesia mencapai 3,5 juta orang dan 82 persen di antaranya memiliki tingkat pendidikan SMK ke bawah.
Mereka dinilai tidak adaptif dan belum siap dalam bekerja.
"Pekerja-pekerja ini hanya berijazah SMP, SMK ke bawah. Jadi tidak bisa kerja di padat modal, dia dapat bekerja di padat karya yang besar," ujar Mahfud.
Mahfud melanjutkan penjelasannya, UU Cipta Kerja bukan hanya ditujukan kepada golongan buruh yang sedang berdemo.
Namun juga melainkan untuk angkatan kerja yang belum menjadi buruh dan angkatan kerja yang semakin banyak setiap tahunnya.
Mahfud menjamin hak-hak buruh dalam UU Cipta Kerja tetap terjamin sebagaimana mestinya.
"Sedangkan hak buruh berdasarkan UU ini secara umum, sama sekali tidak diganggu," tegasnya.
Baca: Polisi Pidanakan 4 Terduga Pelaku Kericuhan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Malioboro
Cegah Korupsi dan Masalah PHK
Mahfud melanjutkan penjelasannya terkait isi UU Cipta Kerja.
Ia menilai keberadaan aturan tersebut dapat mencegah terjadinya aksi korupsi, ini tidak lepas UU Cipta Kerja menyederhanakan proses birokrasi.
Sehingga proses pengurusan izin usaha tidak bertele-tele.
"Selain itu sekarang ramai karena banyak hoaks, misalnya di UU tidak ada pesangon bagi yang di PHK, itu tidak benar. Pesangon justru ada. Cuti haid dan hamil, ada di UU ini."
"Dibilang mempermudah PHK dan tidak dibayar itu juga tidak benar," lanjut Mahfud.
Mahfud juga membantah di dalam UU Cipta Kerja yang disebut mengkomersilkan dunia pendidikan.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)