Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jakarta bukan hanya Jalan Sudirman-Thamrin yang terlihat megah dan bersih.
Jakarta kota yang luas.
Salah satunya kampung pemulung di Pondok Labu.
Di perkampungan ini, para pemulung masih berkutat dalam lubang kemiskinan.
Sejahtera tampaknya masih jauh diraih oleh mereka.
Penghasilan yang pas-pasan dari hasil memulung membuat mereka terkadang mengharap derma di pinggir jalan.
Rosita (55), pemulung yang tinggal di Kampung Pemulung Pondok Labu, mengakui banyak teman-temannya yang tidak hanya memulung di jalan.
Mereka juga menunjukkan wajah memelas agar mengharap belas kasih para pengendara yang melintas.
"Ya, ada yang sengaja (minta-minta). Belum waktunya puasa, tapi mereka semua malah pada mangkal di pinggir jalan," ungkap perempuan asal Pemalang kepada TribunJakarta.com pada Senin (18/1/2021).
Rosita pun demikian. Ia terkadang sengaja duduk di minimarket agar diberikan uang.
"Kadang duduk istirahat di depan minimarket. Ada yang kasih "Nih, terima ya nek", lanjutnya.
Baca juga: Demi Berangkatkan Haji Seorang Pemulung, Syekh Ali Jaber Pernah Harus Berutang
Kemiskinan masih membelit hidup Rosita. Penghasilannya sebagai pemulung dinilainya pas-pasan. Apalagi di saat pandemi. Janda tiga anak ini harus berjuang selepas ditinggal meninggal suaminya.
Dalam sebulan, ia mengantongi uang Rp 300 ribu. Namun, dipotong untuk biaya kontrakan di bedeng reot Rp 150 ribu dan biaya hidup bersama anak bungsunya, Amel (14).