TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Deretan praktik korupsi kepala daerah dan cara penanggulangannya dibedah tuntas dalam diskusi yang diselenggarakan Diksi Milenial Yogyakarta, Kamis (8/4/2021) sore.
Agenda tersebut diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai organsisasi kampus di DIY.
Mengusung tema 'Membedah Praktik Korupsi Kepala Daerah', beberapa tokoh pun diundang sebagai pembicara.
Meliputi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Guru Besar FH UNS Pujiyono Suwadi, Ketua Pukat UGM Totok Dwi Diantoro dan Ahli Hukum Pidana FH UII Mahrus Ali.
Baca juga: Ketua RT Gagalkan Perampokan Kelompok Pemuda Bersenjata Api di Ciputat, 2 Warga Kena Tembak
Anies yang didapuk memberi pidato keynote menjelaskan kondisi daerah yang dipimpinnya, terutama mengenai upaya penanggulangan korupsi.
Ia menegaskan, ada lima hal yang harus disepakati bersama, yakni integritas, akuntabel, kolaboratif, inovatif, serta berkeadilan.
"Memang, itu tidak bisa sehari, dua hari jadi, ya, karena kebiasaan itu harus dilangsungkan terus-menerus, untuk menjadi budaya. Budaya tidak bisa muncul dalam sehari," ujar Anies yang hadir secara daring.
Menurut Gubernur DKI, korupsi terjadi karena adanya tiga kemungkinan, yaitu kebutuhan, keserakahan, serta sistem.
Baca juga: Polres Pelabuhan Tanjung Priok Sita 959 Botol Miras dan 100 Knalpot Bising
Oleh karenanya, sebagai kepala daerah, dirinya pun dituntut menemukan formula pasti untuk meredam tiga penyebab korupsi itu, terutama di lingkungannya.
"Kami sekarang juga punya pengawas sendiri yang disebut sebagai KPK Ibukota. Ini memiliki fungsi pencegahan agar korupsi tidak terjadi, ya," terang Anies.
Hanya saja, ia tidak menampik, dalam kondisi tertentu para pemimpin, termasuk dirinya, kerapkali menemui situasi yang dilematis.
Oleh sebab itu, bakal ada masanya, setiap kepala daerah, mau tidak mau harus mengambil kebijakan yang terkesan tidak berpihak kepada rakyat.
"Kadang ada dilema yang dialami pemimpin, harus ambil keputusan yang baik untuk masyarakat, namun prosedurnya kurang benar. Di sisi lain, kadang prosedurnya benar hanya kurang baik untuk masyarakat. Kita harus mengambil keputusan dalam situasi itu," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Pukat UGM, Totok Dwi Diantoro pun menyampaikan paparan kritisnya terkait deretan kebijakan pemerintah yang seringkali bersebrangan dengan aspirasi masyarakat.
Menurutnya, fenomena-fenomena seperti itu, begitu mudah ditemukan.
"Karena ada penentuan prioritas pembangunan yang tidak inline dengan aspirasi masyarakat. Misalnya, pembangunan bandara mangkrak, kemudian juga perizinan yang dinilai njlimet oleh masyarakat," cetusnya.
"Tapi, sayangnya itu direspon dengan terbitnya Omnibus law. UU Cipta Kerja, niatnya digunakan untuk menyederhanakan proses perizinan, tapi dampaknya justru mempengaruhi lingkungan hidup," lanjut Totok.
KPK Periksa Mantan Dirut Sarana Jaya
Di hari yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, Kamis (8/4/2021).
Yoory akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019.
"Pemeriksaan sebagai saksi tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (8/4/2021).
Pemeriksaan terhadap Yoory akan dilakukan tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Belum diketahui secara pasti materi yang bakal didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.
Yang pasti, Pasal 1 Angka 26 KUHAP menyebutkan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri.
Usai pemeriksaan, Yoory irit bicara termasuk ketika ditanya respon dirinya jadi tersangka.
"Permisi ya. Saya udah memberikan keterangan yang dibutuhkan berikut dengan datanya semuanya. Gitu aja ya, terima kasih," ucap Yoory usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/4/2021) sore.
Selanjutnya, mantan anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu enggan menanggapi pertanyaan yang dilontarkan para pewarta.
Yoory Pinontoan hanya mengatakan semua materi penyidikan telah disampaikannya ke tim penyidik KPK.
KPK Keceplosan Ungkap Status Yoory
Sebelumnya, Deputi Penindakan KPK Karyoto menyebut bahwa pihaknya telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019.
Satu pihak yang sudah dijadikan tersangka yaitu mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
"Yang sudah ditetapkan tiga (orang tersangka) ya, Yoory. Sori keceplosan ya," ucap Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Akan tetapi, Karyoto belum mau membeberkan lebih lanjut mengenai dugaan keterlibatan Yoory C Pinontoan.
Pun termasuk saat disinggung dua tersangka lainnya serta detail kasus ini.
KPK telah meningkatkan kasus dugaan korupsi terkait pembelian tanah di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, Tahun 2019 ke tahap penyidikan.
Tanah yang dibeli itu seluas 41.921 meter persegi.
Indikasi kerugian negara dalam kasus ini diduga sebesar Rp100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp217.989.200.000.
KPK dikabarkan telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.
Mereka antara lain, YC selaku Dirut PSJ, AR dan TA.
Selain itu, KPK juga menetapkan PT AP selaku penjual tanah sebagai tersangka.
Baca juga: Usut Korupsi Pengadaan Tanah Munjul, KPK Periksa Pejabat BUMD DKI Jakarta
Yoory Corneles Pinontoan diketahui telah menjabat sebagai Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya sejak 2016 setelah sebelumnya menjadi Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya dan meniti karir sejak tahun 1991.
Pasca kasus itu mencuat dalam pemberitaan media, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan langsung menonaktifkan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan.
Disinyalir penonaktifan tersebut dilakukan setelah adanya penetapan status tersangka oleh KPK.
Lantas, siapakah Yoory Corneles Pinontoan?
Dikutip dari WartaKota, Yoory Corneles Pinontoan adalah Dirut Perumda Sarana Jaya sebelum akhirnya dicopot pada Anies Baswedan pada awal Maret 2021.
Yoory Corneles Pinontoan mengawali karier di Perumda Sarana Jaya sejak 1991 sebagai staf bidang administrasi.
Karier pria kelahiran Jakarta tanggal 21 Oktober 1970 itu terus menanjak.
Loyalitas pada perusahaan dan kinerja mengantarkan Yoory Corneles Pinontoan mengisi posisi Direktur Utama Sarana Jaya dalam kurun waktu 24 tahun.
Penunjukkannya sebagai Direktur Utama Sarana Jaya dilakukan pada Agustus 2016.
Selama perjalanan kariernya di Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan pernah menangani sejumlah proyek.
Di antaranya RSB Penjaringan, Rusunami Pulo Jahe, Jembatan Penyeberangan Multiguna Senen, Mikro Mall Pondok Kelapa, dan proyek-proyek pembebasan tanah di area Jakarta.
Sebelum ditunjuk menjadi Direktur Utama, Yoory Corneles Pinontoan sempat menjabat sebagai Direktur Pengembangan Sarana Jaya selama satu tahun, dari 2015 hingga 2016.
Dalam bidang pendidikan, Yoory Corneles Pinontoan menyelesaikan pendidikan Administrasi Negara di STIAMI Jakarta pada 2008. (tribun network/thf/Tribunnews.com/Wartakotalive.com)