Lebih lanjut terkait fenomena babi ngepet, dia menjelaskan, catatan sejarah dan tulisan para sejarawan tidak lepas dari latar belakang krisis ekonomi yang bisa mendorong orang untuk menciptakan sejumlah hal.
Pertama, sesuatu dijadikan pegangan, seperti jimat, batu akik, dan di masa modern ada ikan louhan, tanaman gelombang cinta dan lainnya.
“Ketika ada ketidakpastian, orang butuh pegangan dengan sesuatu yang dipuja,” ucapnya.
Kedua, ada yang disalahkan atau dikambing-hitamkan akibat adanya ketimpangan sosial ekonomi, seperti babi ngepet atau pesugian.
Di sinilah, mitos-mitos itu diciptakan.
Dia juga melihat ada ambisi-ambisi ingin naik kelas ekonomi di balik pesugihan dan babi ngepet, misalnya.
“Pesugihan, babi ngepet itu jalan alternatif agar bisa naik kelas oleh sistem kolonial itu hanya dua, kalau lahir sebagai pangeran atau sebagai bangsawan,” jelasnya.
“Tetapi itu kan tidak semua orang bisa karena itu ada cara naik kelas alternatif melalui cara-cara pesugian cara memperkaya diri sendiri. Banyak harta yang bisa membuat naik kelas,” ucapnya.
Babi ngepet ini, kata dia, adalah salah satu cara ilmu hitam untuk menggapai kekayaan.
“Catatan yang penting, apapun itu hantu, siluman, ilmu hitam itu adalah sesuatu yang tidak pernah terlepas dari konteks masyarakat sekitarnya, seperti hewannya,” jelasnya.
Fenomena babi ngepet juga dia melihat hanya berkembang di sejumlah wilayah di Jawa.