Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Siregar bersama sang anak duduk di pinggir jalan raya di daerah Pondok Indah. Tangan kanannya memegang segepok uang pecahan Rp 2.000, Rp 5.000, sampai Rp. 20.000 yang terkemas dalam plastik.
Uang tersebut ia arahkan ke jalan, niat hati menawarkan, siapa tahu ada pengendara yang tertarik untuk berhenti. Lantas menawar berlembar-lembar uang yang saat ini tengah ia pegang.
Beruntungnya dua orang pengendara bermotor datang menghampiri.
Keduanya menawar tukaran pecahan Rp 5.000. Transaksi selesai, keduanya pun kembali pergi.
Setidaknya sudah lima tahun Siregar menekuni usaha jasa penukaran uang tersebut.
Namun, ini tahun kedua yang dijalani di tengah pandemi.
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Lebaran, BNI Siapkan Uang Tunai Rp 12,9 Triliun
"Beda sama tahun-tahun kemarin, waktu mudiknya tidak tentu. Udah pada duluan pulang kampung," ungkapnya, Kamis (6/5/2021).
Untuk setiap transaksi, pelanggan dikenakan biaya sebesar 10 persen dari jumlah uang yang ditukarkan.
Kemudian, uang tersebut akan disetorkan ke pemilik modal.
Ia sendiri mendapatkan upah paling banyak lima persen dari total uang lembaran yang berhasil ditukar.
Baca juga: Webinar Mengintip Pilpres 2024, Mengulas Peluang Koalisi Antar-Elite dan Partai Politik
Di sisi lain, di tengah pandemi Siregar melakukan modifikasi terkait transaksi jasa penukar uang ini.
Ia menyediakan layanan transaksi lewat rekening.
Hal ini ia lakukan untuk menyesuaikan kondisi pandemi sehingga dapat mengurangi interaksi yang terjadi.