TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski sebelumnya ada kejadian bom gereja katedral Makassar dan teror di mabes polri oleh seorang wanita "lone wolf", tercatat Polri sudah lebih dulu meringkus sekitar 70 tersangka teroris sejak awal Januari sebagai upaya penggagalan tindak terorisme atau preventive strike.
Tak hanya itu saja, Polri juga langsung bergerak menciduk puluhan lainnya pasca kejadian tersebut, yang mana ditemukan senjata dan amunisinya serta bom TATP berjenis high explosive (daya ledak tinggi).
Menanggapi hal tersebut, mantan narapidana teroris, Ustadz Haris Amir Falah mengatakan program Kapolri yang sedang berjalan sudah baik dan efektif.
Ia juga memberikan apresiasi terkait langkah penanganan pihak kepolisian yang menerapkan pendekatan kekeluargaan dan kemanusiaan dalam penanganan terorisme.
"Program Kapolri sudah berjalan baik dan efektif. Keberhasilan yang harus diapresiasi adalah penanggulangan kelompok radikal ekstrem yang cukup berhasil. Cara-cara penanganan yang sudah cukup baik dengan pendekatan kemanusiaan harus terus ditingkatkan dan dipertahankan," ungkap Haris Amir Falah, Sabtu (15/5/21).
Peran serta masyarakat secara luas dikatakan Haris Amir Falah juga harus terus dijalin untuk mencegah berkembangnya paham radikal ekstrem.
"Bahkan seluruh lapisan masyarakat diberbagai posisi harus dibangun sinergi yang baik," tuturnya.
Meski begitu, Haris tetap meminta adanya peningkatan dalam penanganan radikalisme dan terorisme. Bahkan, dirinya juga siap jika dilibatkan dalam penanggulangan Radikalisme ektrem.
"Memang masih perlu ada peningkatan dalam berbagai hal. Pertama kita saksikan masih banyak aksi teroris bahkan sampai menembus keamanan di Mabes Polri. Dan juga adanya aksi bunuh diri di depan gereja katedral Makasar. Selain itu saya juga menyoroti soal pencegahan dan penanggulangan ekstremisme dan kekerasan dan sikap intoleransi. Dan amat penting juga mengajak para mantan napiter yang telah sadar dan kembali ke pangkuan NKRI diajak bersama sama untuk penanggulangan Radikalisme ektrem dan juga tindak teroris," paparnya.
Bahkan, dalam kejadian bom gereja Katedral Makassar, Polri terbukti secara cepat menemukan identitas pelaku dengan melibatkan kamera CCTV yang berhasil mendapatkan visual kedua pelaku suami-istri tersebut.
Tentunya, hal ini sesuai dengan program teknologi era police 4.0 yang dicanangkan oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.
Sementara itu, mantan Ketua Jamaah Islamiah (JI) Wilayah Timur, Nasir Abbas mengaku banyak hal yang sudah dilakukan dalam 100 hari kinerja Kapolri Listyo Sigit dalam menjaga keamanan dan penegakan hukum serta ketertiban di masyarakat.
"Dari sisi keamanan soal terorisme, kepolisian juga semakin profesional serta cepat mengungkap kelompok terorisme di Indonesia. Kelompok JI tersembunyi yang masih aktif di pulau Jawa dan pulau Sumatera dapat diungkap dan dilakukan penangkapan dalam jumlah besar dalam rangka pencegahan sebelum terjadi sesuatu aksi terorisme," ujar Nasir Abbas.
Begitu juga kelompok bom gereja Katedral di Makassar dikatakannya harus segera diungkap jaringannya dan ditangkap anggota jaringannya.
"Ini bukti kepedulian dan profesionalisme kepolisian dalam 100 hari kinerja Kapolri Listyo," tandasnya.
Sejatinya, masalah terorisme tidak dapat selesai jika "hulu" nya tidak diperhatikan, yaitu paham dan gerakan intoleransi. Intoleransi sendiri adalah ladang subur bagi tumbuhnya radikalisme dan terorisme.
Tentunya, hal ini tidak luput dari perhatian Kapolri. Dengan tegas dan sigap kepolisian membatasi dan memproses hukum gerakan-gerakan intoleran seperti HTI dan FPI.
Hal ini adalah sebagai wujud percepatan penyelesaian penanganan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik.