"Secara teknis di lapangan kita terus bekerja untuk merampungkan program ini secara bertahap hingga 34 polda nanti terpasang semua. Di semua titik yang perlu kita pasang e-TLE tentunya berdasarkan maping dan analisis kita. Titik mana yang paling krusial dan perlu kita pasang e-TLE di situ," tutur Istiono.
"Penerapan tilang elektronik sudah berlaku di 12 polda di Indonesia. Terdapat 244 kamera pemantau baru yang terpasang. Lalu tahap berikutnya dipasang di 10 Polda," katanya lagi.
Menurut Nurkhasanah, sebenarnya dalam kacamata makro, dengan e-TLE , hal itu membuktikan suksesnya 100 hari pertama kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit sebagai Kapolri.
“Jika secara kasar, bahkan kita bisa mengatakan, dengan e-TLE 100 hari kepemimpinan Kapolri telah menunjukkan wajah Polri yang transformatif, adaptif dan renovatif terhadap perkembangan zaman, terutama teknologi, disamping pencapaian lainnya seperti Aplikasi SIM Online Presisi dan E Pengaduan Masyarakat serta Nomor Kontak kedaruratan 110," papar Nurkhasanah.
Ia menyebutkan, yang menonjol dalam kepemimpinan Kapolri dalam menakhodai Polri adalah bagaimana Kapolri menunjukkan sudah waktunya Polri mengoptimalkan teknologi untuk melaksanakan amanah lembaga itu melayani dan melindungi masyarakat.
Dalam soal optimalisasi teknologi tersebut Nurkhasanah menunjuk bagaimana Kapolri tidak ragu untuk mengambil opsi teknologi dalam membantu Polri melaksanakan tugas mulia pelayanan dan perlindungan masyarakat tersebut.
“Teknologi itu jelas ada. Persoalannya, kepemimpinanlah yang menentukan dengan tegas apakah teknologi itu akan dioptimalkan untuk membantu tugas pelayanan, atau justru dibiarkan mubazir tak digunakan,” kata Nurkhasanah.
Ditambah dengan para pembantu Kapolri yang juga berani mengambil manfaat teknologi demi kemaslahatan warga masyarakat, yang kemudian diimplementasi secara nasional oleh Korlantas Polri dan di lapangan seperti yg dilakukan Ditlantas Polda Metro Jaya kemarin, maka lengkaplah kepemimpinan Polri yang berani dan penuh tanggung jawab tersebut.
“Pasalnya, kalau pemimpin yang medioker, yang ada dalam benaknya hanya ragu-ragu atau bahkan mengalami fobia terhadap teknologi. Ketakutan-ketakutan untuk mengambil tanggung jawab itu yang membuat masyarakat tidak akan pernah merasakan manfaat teknologi,” kata Nurkhasanah.
Ia menegaskan, dalam kehidupan gampang ditemukan para pemimpin yang meminggirkan teknologi hanya karena dirinya tidak punya sikap, bahkan takut akan transparansi.
Lebih lanjut Nurkhasanah memuji e-TLE sebagai teknologi paling tepat di tengah pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berhenti ini. Ia menegaskan, sukar untuk tidak mengatakan inilah solusi tepat di tengah pandemi Covid -19 yang memaksa semua orang melakukan jarak social.
Nurkhasanah menunjuk, dengan penerapan ETLE yang segera menjangkau seluruh provinsi di Indonesia, akan menghindarkan kerumunan orang sebanyak lebih dari 6 juta orang setahun dalam sidang sidang tilang di Pengadilan , sebuah angka yang sangat signifikan berpotensi menularkan Covid-19 bila peluang itu tidak segera dihindari.
Tidak sekadar mencegah kerumunan, sistem digital Polri yang meminimalisasi kontak langsung antara petugas dan pengguna lalu lintas, juga bisa menjadi gerbang pembuka bagi Polri untuk menjadi institusi yang bersih dan bebas korupsi dan suap.
“e-TLE dan system digital terpadu Polri menutup peluang terjadinya pungli di jalanan, yang pada gilirannya akan menghapus stigma buruk polisi dalam hal pungli, sebagaimana di masa lalu kita dengar,” jelas Nurkhasanah.