TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Pemprov DKI Jakarta menaikkan tarif parkir untuk mobil menjadi Rp 60.000 per jam dan sepeda motor Rp 18.000 per jam terus menuai sorotan.
Tarif itu berlaku bagi kendaraan yang belum membayar pajak dan belum melakukan uji emisi, serta berada di lokasi parkir yang bersinggungan dengan angkutan umum massal.
Anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak ikut bersuara atas rencana itu.
Politikus Partai PDI Perjuangan ini menyampaikan sejumlah catatan atas wacana kenaikan tarif parkir.
Wacana Kenaikan Tarif Parkir Bukan Solusi Tepat, Waktunya Juga Tak Tepat
Gilbert Simanjuntak merasa rencana itu bukan solusi tepat dan pada waktu yang tidak tepat.
Kata dia, berbagai negara mempunyai masalah parkir sendiri-sendiri yang umumnya dipicu oleh sulitnya lahan parkir.
“Hal ini bisa terjadi karena jumlah kendaraan yang meningkat dan tidak sesuai dengan kapasitas lahan parkir. Solusi pertama yang dipikirkan adalah menyediakan transportasi publik yang terjangkau dan menjangkau semua daerah pemukiman dan tempat kerja di kota,” kata Gilbert pada Minggu (27/6/2021).
Rencana Kenaikan Tarif Pakir Berisiko Meningkatkan Penularan Covid-19
Namun, kata dia, hal berbeda dengan Jakarta di mana kebijakan rencana menaikkan tarif karena keinginan mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik.
Tarif yang direncanakan sangat besar rentangnya, antara Rp 5000 – 60.000 per jam.
“Masalahnya mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik saat ini berisiko meningkatkan penularan Covid-19, dan data BNPB/Satgas Covid tahun lalu sebagian besar pasien yang dirawat adalah pengguna kendaraan umum,” ujar Gilbert.
Baca juga: Kota Bogor Emergency Covid-19, Bima Arya Minta Pusat Keluarkan Kebijakan Lebih Ketat
Tarif Kenaikan Parkir Sangat Mahal
Selain itu jumlah alat transportasi publik juga belum memadai baik dari jumlah/frekuensi dan jangkauan/trayek dan integrasi antar moda (single ticket) atau dikenal dengan JakLingko.