Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta disebut dalam sidang kasus dugaa korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta Edi Sumantri telah mengakui ada sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta yang meminta percepatan pencairan Penyertaan Modal Daerah (PMD) di Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya.
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi disebutkan banyak orang lain juga yang meminta tolong proses percepatan pencairan dari contohnya teman-teman dari DPRD yaitu Cinta Mega PDIP untuk pengadaan tanah dimana saya lupa tahun 2019," ucap Jaksa Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Takdir membacakan BAP milik Edi Sumantri yang menjabat sebagai Kepala BPKD DKI Jakarta pada Juli 2018 hingga sekarang.
Baca juga: KPK Dakwa 2 Bos Adonara Propertindo dan Rudy Hartono Rugikan Negara Rp152 M di Kasus Munjul
"Kemudian ada Yusuf Sekretaris komisi C dari PKB bersama Pak Andika anggota komisi C pernah juga meminta proses pencairan tanah di SDA tahun 2020; kemudian ada Suhaimi Wakil Ketua DPRD dari PKS meminta percepatan pembahasan tanah di SDA (Dinas Sumber Daya Alam); kemudian ada Jamaluddin anggota komisi A terkait permohonan percepatan pencairan di SDA; Haji Misan Wakil Ketua DPRD mengajukan permohonan percepatan penerbitan SPM (Surat Perintah Membayar) lahan di dinas perumahan; kemudian ada Boy Sadikin tahun 2020 minta tolong percepatan pencairan pembebasan tanah," lanjut Takdir masih membacakan BAP milik Edi Sumantri.
"Jadi mereka datang hanya proses percepatan saja dan memang di BPKD sudah ada SOP-nya, sepanjang berkas semua lengkap maka paling lambat dua hari kami harus mencairkan. Sepanjang semua berkas telah kelengkapan sudah sesuai," jawab Edi.
Edi menjadi saksi untuk mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan yang didakwa merugikan negara sebesar Rp152,565 miliar dalam pengadaan tanah proyek hunian DP 0 Rupiah di Munjul.
Baca juga: KPK Ungkap Modus Pengadaan Tanah SMKN 7 Tangsel, Mirip Kasus di Munjul Jakarta Timur
Dalam dakwaan disebutkan Yoory pernah mengajukan usulan PMD untuk APBD Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019 sebesar Rp1,803 triliun untuk pembelian alat produksi baru, proyek hunian DP 0 Rupiah, dan proyek Sentra Primer Tanah Abang.
Namun pencairan untuk Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PMD hanyalah Rp800 miliar yaitu pada 10 Desember 2019 sebesar Rp350 miliar dan pada 18 Desember 2019 sebesar Rp450 miliar.
Edi dalam kesaksiannya juga mengakui bahwa Yoory pernah datang ke kantornya bersama dengan Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian pada pertengahan 2020.
"Setahu saya di pertengahan 2020 Pak Yoory bersama Tommy ke ruangan saya, pertama Yoory silaturahmi, saat itu Pak Tommy menyampaikan mohon dibantu ada berkas yang sedang proses di Dinas SDA (Sumber Daya Air)," beber Edi.
Edi awalnya tidak mengetahui siapa Tommy yang dibawa Yoory.
"Saya tidak tahu siapa Tommy, saya tidak pernah tanya Tommy siapa, hanya tahu teman Pak Yoory yang minta bantu karena ada berkas di Dinas SDA yang belum selesai, jadi sebagai teman Pak Yoory," imbuh Edi.