Namun, akhirnya situasi kembali mendingin dan massa buruh kembali melakukan aksi.
Massa buruh menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, ada tiga tuntutan dalam aksi buruh tersebut.
Pertama, KSPSI sebagai konfederasi buruh di Indonesia menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021.
Menurutnya, beleid tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Dengan begitu, belum tepat jika penetapan upah menggunakan aturan turunannya.
Kedua, KSPSI meminta MK mengumumkan keputusan formil uji materi UU Cipta Kerja bisa berlaku adil.
"Kenaikan upah minimum ini sangat tidak adil," tegas Andi Gani.
Baca juga: Aksi Buruh Geser ke Balai Kota DKI, Anies Diminta Berani Keluar Aturan PP 36/2021 tentang Pengupahan
Permintaan itu bertepatan dengan pelaksanaan sidang pembacaan putusan gugatan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, ia juga meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merevisi atau bahkan mencabut instruksi Mendagri ke kepala daerah dalam rangka penetapan upah minimum.
"Kami berharap hakim MK bisa berlaku seadil-adilnya. Karena, saya yakin MK merupakan benteng keadilan terakhir yang bisa memutuskan secara adil dan selalu ada untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," katanya.
Massa tak ditemui Anies
Pantauan TribunJakarta.com, mulai pukul 14.00 WIB, akses Jalan Medan Merdeka Selatan mulai bisa dilalui kembali kendaraan.
Mobil komando dan massa buruh mulai meninggalkan Balai Kota, setelah setengah jam buruh melakukan orasi sebagai bentuk kekecewaan mereka terkait Upah Minimun Provinsi (UMP) DKI yang tak sesuai dengan tuntutan buruh sebesar 10 persen.
"Ayo baik kawan-kawan mari kita meninggalkan Balai Kota. Kita bergerak untuk balik kanan, sekali lagi kita bergerak untuk balik kanan," ujar buruh dari satu diantara mobil komando.