TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komandan Nasional Resimen Mahasiswa (Menwa) Ahmad Riza Patria menyoroti meninggalnya mahasiswi UPN Veteran Jakarta saat pembaretan Menwa di kawasan Bogor.
Dia mengingatkan dan meminta seluruh kegiatan tersebut tidak boleh mengedepankan unsur fisik apalagi kekerasan.
"Kami minta semua bentuk proses pendidikan dan latihan lebih mengedepankan kegiatan yang persuasif," ucapnya, Selasa (30/11/2021) malam.
"Tidak boleh ada unsur kekerasan atau menonjolkan kegiatan fisik. Fisik dibutuhkan, tetapi tidak boleh dominan," sambungnya.
Baca juga: Komandan Menwa: Tak Ada Kekerasan dan Pemukulan di Kasus Tewasnya Mahasiswi UPN Veteran Jakarta
Baca juga: Seperti Tragedi di UNS, Mahasiswi UPN Jakarta yang Meninggal saat Diksar Menwa Juga Dikira Kesurupan
Baca juga: UPN Veteran Jakarta Sebut Banyak Misinformasi di Kasus Mahasiswi Meninggal saat Pembaretan Menwa
Wakil Gubernur DKI Jakarta ini pun mengakui, praktik kekerasan kerap terjadi di beberapa kegiatan-kegiatan sekolah atau kemahasiswaan.
Namun, hal tersebut kini sudah diminimalisir untuk menghindari adanya korban.
"Sejak dulu ada saja kelompok, kegiatan sekolah, pendidikan, sejak lama ada yang seperti ini. Tapi sejauh ini, semakin ke sini semakin berkurang," ujarnya.
Ariza pun menegaskan, tidak ada unsur kekerasan dalam kasus tewasnya Fauziyah Nabila atau Lala saat pembaretan Menwa.
"Kampus sudah menindaklanjuti apakah ada unsur-unsur lain di situ, tapi setelah dicek tidak ada unsur kekerasan," tuturnya.
Reaksi Rektor usai Mahasiswa UPN Jakarta Minta Menwa Dibubarkan
Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Erna Hernawati, menanggapi permintaan mahasiswa yang menginginkan Resimen Mahasiswa (Menwa) dibubarkan.
Hal itu menyusul tewasnya seorang mahasiswi bernama Fauziyah Nabilah saat mengikuti kegiatan pembaretan Menwa di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat, 25 September 2021 lalu.
Erna pun mempersilakan para mahasiswa untuk melakukan kajian berdasarkan metode penelitian yang jelas.
"Silakan membuat kajian yang akademis mengenai keberadaan Menwa. Menwa tidak hanya ada di UPN Veteran Jakarta," kata Erna dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/11/2021).
Erna menambahkan, pihak rektorat akan menunggu hingga mahasiswa rampung membuat kajian tentang Menwa.
"Kalau ada kajian, saya tunggu, akan saya sampaikan kepada pihak yang berwenang," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UPN Veteran Jakarta, Ria Maria Theresa, menegaskan kegiatan pembaretan Menwa yang menewaskan seorang mahasiswi tidak memiliki izin.
Ria mengatakan, kegiatan Menwa yang terakhir mendapatkan izin adalah Pendidikan Dasar anggota baru yang diadakan pada 10-12 September 2021.
"Pada 13 September 2021, muncul edaran dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bahwa kegiatan yang diperbolehkan hanya pembelajaran."
"Karena itu, pengajuan kegiatan organisasi kemahasiswaan langsung tidak diizinkan.
Yang sebelumnya sempat diberikan izin bahkan juga segera dicabut," kata Ria dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/11/2021).
Ria memastikan tidak ada perbedaan perlakuan terhadap organisasi kemahasiswaan di UPN Veteran Jakarta, termasuk dalam memberikan izin kegiatan.
"Komisi Disiplin akan segera menyampaikan rekomendasi kepada Rektor terkait dengan kejadian ini," ujar dia.
Baca juga: Sering Jatuh Korban, Ketua Komisi X DPR Minta Diksar Menwa Dievaluasi
Dilansir dari Kompas.com, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta (UPNVJ), Rama Fathurachman, menjelaskan kronologi kematian mahasiswi D3 Fisioterapi angkatan 2020, Fauziah Nabila atau Lala.
Lala meninggal di tengah mengikuti kegitan pembaretan Resimen Mahasiswa (Menwa) di kawasan Bogor, Jawa Barat pada 25 September 2021.
"Pada hari Sabtu, ada kegiatan berjalan kaki untuk anggota Menwa tersebut," ujar Rama saat ditemui di lokasi, Selasa (30/11/2021).
Kegiatan long march itu berjarak sekitar 10-15 kilometer.
Menurut Rama, Lala sebelumnya dalam kondisi sehat dan tidak memiliki riwayat sakit apapun.
"Saudari Fauziah (Lala) ini nampak kelelahan. Dan kemudian ini awalnya dari pihak Menwa menyangka bahwa itu adalah kesurupan. Penanganan kesehatan ini yang kami permasalahkan," kata Rama.
Menurut Rama, saat itu Lala dibawa menggunakan mobil ambulans menuju rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan.
Namun belum tiba di rumah sakit Lala dinyatakan meninggal dunia.
"Orangtua atau keluarga baru mengetahui jam 8 malam adanya kejadian itu. Orangtua memastikan yang bersangkutan itu dalam kondisi sehat dan tidak memiliki penyakit bawaan," kata Rama.
Buntut dari kematian Lala, sejumlah mahasiswa UPNVJ menggelar unjuk rasa di kampus Jalan RS Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UPNVJ, Ivano Julius mengatakan, setidaknya ada lima tuntutan kepada rektorat kampus dan pihak Menwa.
Tuntutan pertama, penjelasan kronologi rinci mengenai pemberetan Menwa hingga berujung Lala meninggal dunia.
"Kedua menuntut tanggung jawab secara kelembagaan dari Menwa. Ketiga soal izin kegiatan. Keempat menuntut untuk bubarkan Menwa kepada rektorat. Kelima mengutuk keras tindakan Menwa," kata Ivano saat ditemui di lokasi, Selasa.
Ivano menilai, adanya kecacatan prosedural yang dilakukan oleh Menwa karena tidak adanya jaminan hak kesehatan bagi mahasiswa yang mengikuti pembaretan tersebut.
"Dan adanya maladministrasi dilakukan pihak rektorat bahwa setiap ornawa tidak boleh melakukan kegiatan offline. Tapi kenapa rektorat mengizinkan adanya kegiatan diksar dari menwa ini," kata Ivano.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Mahasiswi Tewas saat Pembaretan Menwa, Komandan Nasional Ariza: Kegiatan Fisik Tak Boleh Dominan,