TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah sekolah yang ditutup sementara imbas temuan kasus Covid-19 di DKI terus bertambah.
Hingga 22 Januari 2022, Pemprov DKI mencatat ada 90 sekolah.
Di sisi lain sejumlah pihak mulai dari anggota DPR DKI hingga Ketua Satgas IDI minta PTM 100 persen dihentikan.
Begini penjelasan Dinkes DKI hingga apa yang mereka lakukan setelah puluhan sekolah ditutup sementara karena temuan kasus covid-19.
90 Sekolah di DKI Ditutup Sementara Imbas Covid, Ini yang Dilakukan Dinkes DKI
Jumlah sekolah yang ditutup sementara imbas temuan kasus Covid-19 di DKI terus bertambah.
Hingga pertanggal 22 Januari 2022, Pemprov DKI mencatat ada 90 sekolah.
Adapun untuk sekolah yang ditutup tersebar di 11 Taman Kanak-Kanak (TK), 25 Sekolah Dasar (SD), 30 Sekolah Menengah Atas (SMA), 5 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan 2 di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Namun, untuk total temuan sudah ada 135 kasus positif.
Sebanyak 120 di antaranya pada siswa, 9 pada guru dan 6 kasus sisanya pada tenaga pendidikan.
Baca juga: Omicron di Jaksel Melonjak Terus, Terbanyak di Kebayoran Baru, Wagub Ariza Beri Komentar
Lantas apa yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta setelah temuan ratusan kasus selama pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas berlangsung?.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinkes DKI Dwi Oktavia mengatakan pihaknya turut andil dalam pencegahan kasus aktif di sekolah.
Ketika sekolah mengalami penutupan, Dinkes DKI diterjunkan untuk melakukan tracing guna memutus mata rantai Covid-19.
Mereka yang memiliki kontak erat segera diminta untuk melakukan swab test antigen.
"Prinsipnya pada saat sekolah ada kasus maka sekolah tersebut mengalihkan pembelajaran ke pembelajaran jarak jauh selama lima hari. Sehingga pada kesempatan lima hari itu bisa tracing memutus rantai penularan kemudian bisa desinfeksi dan sebagainya," jelasnya kepada wartawan, Kamis (27/1/2022).
Tak hanya itu, seluruh keluarga dari warga yang sekolah yang positif turut diminta untuk melakukan swab test oleh Dinkes DKI.
Hal ini dilakukan guna memitigasi guna meminimalkan kemungkinan adanya kasus tambahan akibat dari klaster keluarga yang meluas pada klaster sekolah.
"Pengaturan untuk PTM adalah kalau anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan murid ada yang isolasi, atau si muridnya, sedang menjadi kontak erat dari penderita covid lain, maka dia tidak boleh mengikuti PTM secara offline sampai selesai masa karantinanya," sambungnya.
Baca juga: Pasien Covid-19 yang Dirawat Melonjak, Diskes DKI Telusuri Laporan Warga Mulai Kesulitan Cari RS
Setelah semua terlaksana, maka Dinkes DKI bakal mengevaluasi jalannya protokol kesehatan yang diterapkan di sekolah tersebut.
"Kemudian sekaligus menilai kembali apakah ada kekurangan dalam penerapan prokes misalnya. Sehingga setelah lima hari sekolah kembali ke tatap muka kemudian sudah lebih baik penerapan prokes dan sudah putus rantai penularan," pungkasnya.
Dinkes Sebut Faktor Ini yang Tentukan PTM di Jakarta Bisa Lanjut atau Setop
Dinas Kesehatan DKI Jakarta ungkap alasan di balik masih berjalannya pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen meski kasus Covid-19 kembali melonjak tinggi.
Pemprov DKI Jakarta terus mendapat desakan untuk menghentikan PTM dan kembali pada pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena makin tingginya angka kasus Covid-19 di Jakarta dalam sebulan terakhir.
Desakan itu di antaranya disampaikan oleh sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta.
Meski begitu, Pemprov DKI Jakarta tetap melanjutkan kegiatan PTM 100 persen di sekolah di semua tingkatan dengan alasan berpijak pada Surat Keputusan Berswama (SKB) 4 Menteri.
Selain itu, ada faktor lain yang menjadi pertimbangan digelarnya PTM Terbatas.
Baca juga: Dipanggil Bareskrim, Edy Mulyadi Diperiksa Sebagai Saksi Terkait Kasus Ujaran Kebencian
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinkes DKI Dwi Oktavia mengatakan tingkat risiko penularan menjadi salah satu faktor pertimbangan PTM 100 persen tetap bisa dilaksanakan di sekolah.
"Jadi, kami melihat sejauh mana ada risiko perluasan dari kasus Covid-19. Artinya, kalau kami lihat berdasarkan penelusuran dari sekolah, penularan pada kelompok kecil, cuma risiko satu kelas nih. Mungkin saja puskesmas memberikan rekomendasi untuk tidak perlu sampai menutup seluruh proses pembelajaran," kata Dwi, Kamis (27/1/2022).
Anak buah Gubernur Anies Baswedan ini menjelaskan tracing kontak erat juga dilakukan begitu ada siswa atau guru di suatu sekolah terpapar Covid-19.
Tracing itu menyasar ke warga sekolah hingga pihak keluarga siswa atau guru yang terpapar Covid-19.
"Prinsipnya, begitu saja melihat siapa yang positif, apakah dia murid-muridnya, apakah hanya aktivitas di kelasnya biasa saja dan juga misalnya ke tempat lain begitu atau ke kelas lain ada kegiatan lain, itu kan beda-beda ya melihatnya. Sehingga tindak lanjutnya keputusan epidemiolog dianalisis untuk pemutusan rantai penularannya juga beda," pungkasnya.
Kasus Covid-19 Tembus Tujuh Ribu Sehari, Ketua Satgas IDI Minta Pemerintah Setop PTM 100 Persen
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban meminta pemerintah segera menghentikan sementara pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen, di daerah zona merah.
Sebab, kini kasus Covid-19 terus meningkat, di mana pada Rabu (26/1/2022) kemarin kasus tembus lebih dari tujuh ribu dalam sehari.
Ia menilai, sekolah tatap muka kini sudah tak aman lagi bagi anak-anak.
"Tembus 7.000 kasus per hari ini (26/1/2022)."
"Sementara positivity rate lampaui 10 persen."
"Ini indikator bahwa sekolah tatap muka tidak lagi aman," kata dia seperti dikutip dari akun twitter pribadinya, Kamis (27/1/2022).
Prof Zubairi menyebut, anak-anak masih memiliki pilihan untuk kembali belajar berbasis online.
Selain meminta menghentikan sementara PTM 100 persen, dokter spesialis penyakit dalam ini juga meminta pemerintah segera menaikkan level pembatasan sosial yang lebih tinggi.
"Ada pilihan pembelajaran jarak jauh. Mohon dipertimbangkan untuk menghentikan sementara PTM 100 persen dan menaikkan PPKM ke level lebih tinggi."
"Sebagai tambahan. Ada baiknya di daerah-daerah merah Covid-19 kembali ke sekolah virtual."
"Sedangkan yang positivity rate-nya rendah, masih dimungkinkan untuk tetap PTM."
"Ingat, keterisian rumah sakit telah naik lebih dari 30 persen saat ini," tutur Zubairi. (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunJakarta.com)