TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) mengundang kontroversi dan ditentang oleh berbagai serikat pekerja.
Dalam Permenaker tersebut, diatur pembayaran JHT bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) baru bisa diambil apabila buruh di PHK pada usia 56 tahun.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan dalam waktu dekat akan mengerahkan kekuatan buruh untuk mendobrak kezaliman pemerintah terkait pencairan JHT.
Baca juga: Soal Kontroversi JHT Cair di Usia 56 Tahun, Kemenaker: Manfaatnya untuk Masa Depan, Bukan Masa Kini
Kuat dugaan, kebijakan ini dikeluarkan akibat pandemi virus corona.
Jika ada perusahaan yang PHK secara masal karyawan, negara tidak turut kebobolan untuk membayar JHT.
Cara cantik pemerintah tentu sangat merugikan kaum buruh dan karyawan di seluruh Indonesia.
Menurut Said Iqbal, ketika buruh yang ter-PHK berusia 30 tahun, JHT buruh tersebut baru bisa diambil setelah menunggu 26 tahun, ketika usianya sudah mencapai 56 tahun.
"Pemerintah sepertinya tidak bosan menindas kaum buruh," kata Said Iqbal, Jumat (11/2).
Dia mencontohkan, keluarnya PP 36/2021 membuat upah buruh di beberapa daerah tidak naik.
Bahkan kalau pun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya ke toilet umum.
"Kenaikannya per hari di kisaran Rp 1.200. Sedangkan ke toilet saja besarnya Rp 2.000," ucap Iqbal.
Menurut Said Iqbal, semua ini berpangkal dari sikap pemerintah yang melawan putusan Mahkamah Konstitusi.
Di mana UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkontitusional bersyarat oleh MK.
Untuk itu, KSPI mendesak Menaker mencabut Permenaker No 2 tahun 2022.