Laporan wartawan Tribunnews.com, Alfarizy AF
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suasana pagi menjelang siang mulai ramai di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Minggu (8/5/2022).
Tampak beberapa pemudik sedang duduk di pinggiran pembatas antara bus dan ruang tunggu penumpang bus tujuan Sumatra.
Diantara pemudik tersebut, seorang perempuan paruh baya sedang duduk seraya menyenderkan bakul dagangannya yang berisikan ramuan jamu tradisional.
Perempuan itu bernama Sulastri, 20 tahun sudah ia lewati di Terminal Kampung Rambutan sebagai penjual jamu gendong.
Pada saat ditemui, Lastri sapaan akrabnya sedang menuang jamu beras kencur untuk pemudik.
Tangannya cekatan menuang jamu dari botol besar ke gelas-gelas yang ia gunakan.
Lastri mengaku pendapatannya selama masa arus mudik dan balik lebaran meningkat jika dibanding dengan hari biasanya.
"Sekarang lumayan (pendapatannya), ya cukup buat nutupin modal hari sebelum-sebelumnya," ujar Lastri.
Pada saat ditemui, terlihat jamu dalam botolnya masih sisa seperempat botol lagi.
Pada hari biasa, penjualan jamu Lastri berkisar Rp 100.000 per harinya, dengan berjualan dalam dua waktu yang berbeda.
Waktu pertamanya mulai dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB, lalu waktu keduanya mulai sekira pukul 15.00 sampai menjelang waktu salat Maghrib.
Lastri tak pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah, pada lebaran tahun ini. Perihalnya bukan karena tak dapat tiket bus ataupun tak punya uang.
Baca juga: Warung Jamu dan Kafe Remang-remang di Tangerang Dirazia, Satpol PP Temukan Miras, Kondom, Obat Kuat
"Saya terpaksa ngga pulang, karena mau ngurus sekolah anak, baru mau masuk SMK tahun ini," kata Lastri.
Lastri bersukur dapat berjualan pada tahun ini, setelah dua tahun sebelumnya tak ada keramaian yang berarti di Terminal Kampung Rambutan yang menjadi ladang penghasilannya.
Pada momen lebaran tahun ini, ia dapat menghasilkan lebih dari Rp 300.000 perhari, dari hasilnya menjajakan jamu tradisional.
Varian jamunya beragam, mulai dari beras kencur, kunyit asam, pahitan, sampai menu dengan menggunakan ekstra telur ayam kampung.
"Harganya macem-macem, kalau yang biasa harganya Rp 5.000, ada juga yang sampai Rp 25.000 kalau pakai telur ayam kampung," ujar Lastri bercerita.
Ketika ia tak berjualan tahun lalu, ia hanya membantu suaminya menyiapkan keperluan dagang bakso keliling kepunyaan suaminya.
Dari jerih payah Lastri dan suaminya lah, kedua putranya dapat disekolahkan ke jenjang menengah kejuruan.
Putra pertamanya kini tengah bekerja di Surabaya, Jawa Timur, sementara anak keduanya sedang proses masuk ke SMK dengan jurusan mesin.
"Ya selama pandemi itu, saya cuma bantu-bantu suami aja, suami kan dagang bakso di sekitar sini (Terminal Kampung Rambutan) juga," ucap Lastri.