TRIBUNNEWS.COM - Dwy Septiana (32) tak menyangka anaknya berinisial AP, 2 tahun tiga bulan, didiagnosis gagal ginjal akut.
Mulanya, menurut dia, anaknya mengalami demam tinggi.
Warga Cilengsih Kabupaten Bogor itu kemudian berinisiatif memberi obat sirup paracetamol untuk menurunkan panas dengan dosis tiga kali sehari.
"Setelah itu sembuh dulu. Biasa dulu. Tapi tiba-tiba kurang enak badan lagi. Lama-lama keluar lah merah-merah kayak tampek," kata Dwy Septiana penuh harap saat dijumpai di lantai Basement I, RSCM, Jakarta Pusat pada Jumat (21/10/2022).
Dwy lantas membawa anaknya ke rumah sakit. Dokter memberikan resep. Ia menebusnya di apotek.
"Jadi gara-gara demam tadi, saya berikan obat sirup parasetamol dan obat resep dokter pada anak saya. Tapi kebanyakan obat jenis sirup," lanjutnya.
Kendati sudah diberikan obat dari dokter, kondisi AP malah memburuk. Tubuhnya lemas. Bahkan duduk pun tak sanggup.
Baca juga: Menkes: Kasus Gangguan Ginjal Akut di Indonesia Belum Masuk Status KLB
"Lama kelamaan saya curiga anak saya kenapa lemas, badannya kayak enggak punya tulang. Duduk aja dia enggak bisa. Bicara juga susah. Sudah kayak melantur," ujarnya.
Dwy membawa AP ke Rumah Sakit Hermina. Di sana ia diinfus dan diperiksa kondisi kesehatannya.
Dari keterangan dokter, AP diduga kuat mengidap penyakit gagal ginjal akut.
AP dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
"Dari Hermina saya dirujuk ke Cipto. Di sini langsung dirawat dan disarankan BPJS karena lebih cepat. Intinya enggak ribet," cerita Dwy saat diterangkan dokter tersebut.
Dwy mengatakan memang gejala yang dialami sang buah hati tak parah seperti pasien lainnya.
Sang anak masih bisa mengeluarkan air kencing sementara tak sedikit anak penderita penyakit gagal ginjal akut yang tak bisa kencing.