TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menpora, Roy Suryo mengaku tidak menyesali perbuatannya dalam perkara dugaan penistaan agama terkait meme stupa Borobudur mirip Presiden Joko Widodo.
Bahkan dia mengatakan tak semestinya bertanggung jawab.
"Karena kesalahan orang, kenapa harus menyesal?" ujarnya di dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Jumat (9/12/2022).
Di hadapan Majelis Hakim dan jaksa penuntut umum (JPU), dirinya menjelaskan adanya salah persepsi dalam memahami kalimat yang diunggahnya di Twitter.
Menurutnya, kata lucu dan ambyar yang kerap dipermasalahkan, tak memiliki arti menjelek-jelekkan.
"Jadi yang saya tertawakan itu kreativitas mereka (warganet). Lucu, aneh, ambyar," ujarnya.
Sayangnya, banyak orang yang mengartikan kata-kata tersebut sebagai bentuk hinaan.
Oleh sebab itu, dia justru merasa menjadi korban atas kesalahpahaman itu.
"Saya sekarang jadi korban dari kesalahaan persepsi ini," kata Roy.
"Saya justru merasa terzholimi akibat ketidaktahuan orang-orang."
Sebagai informasi, kasus ini berawal dari quote tweet yang dilakukan oleh Roy Suryo melalui akun Twitternya @KRMTRoySuryo2 pada Jumat (10/6/2022) sekira pukul 18.28 WIB.
Saat itu, Roy Suryo melakukan quote tweet gambar stupa yang merupakan simbol suci agama Buddha yang telah diedit menjadi gambar yang bukan sebenarnya, yaitu figur stupa yang berwajah selain Buddha.
Kemudian terdapat juga penambahan kalimat terhadap gambar stupa tersebut dengan kalimat 'Mumpung akhir pekan yang ringan-ringan saja tweet-nya. Sejalan dengan proses rencana kenaikan harga tiket naik Candi Borobudur dari Rp50.000 ke Rp750.000 sudah seharusnya ditunda itu. Banyak kreativitas netizen mengubah salah satu stupa yang ikonik di Borobudur. Itu lucu hehehe ambyar'.
Baca juga: Roy Suryo Sempat Minta Maaf atas Cuitan Meme Stupa Borobudur, Kevin Wu: Lakukan di Tempat Terhormat
Atas perbuatannya, Roy Suryo didakwa atas tiga pasal.
Pertama, Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua, Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Ketiga, Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dakwaan tersebut didasarkan pada pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti.
Barang bukti yang diperoleh tim JPU yaitu satu lembar print out tangkapan layar ungahan pemilik dan atau yang menguasai akun twitter atas nama @KMRTRoySuryo2 dengan alamat tautan https://t.co/abKvoYV0EG.
Kemudian terdapat juga delapan lembar salinan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1992.