News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masyarakat Pers Teguh Berkeyakinan Bagi Pers Yang Berlaku Tetap UU Pers Meski KUHP Baru Disahkan

Penulis: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi Publik di Sekretariat PWI Pusat, Jakarta, Kamis (22/12/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat pers teguh berkeyakinan bagi pers yang berlaku tetap UU Pers meski Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru disahkan.

”Prinsipnya, UU yang khusus menyingkirkan UU yang bersifat umum, kecuali dinyatakan lain dalam UU yang belakangan,” ungkap mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) , Prof. Bagir Manan, dalam Diskusi Publik di Sekretariat PWI Pusat, Jakarta, Kamis (22/12/2022).

Pada diskusi publik yang diikuti pengurus PWI di seluruh Indonesia melalui online, selain Bagir Manan tampil juga sebagai  pembicara, dosen Universitas Brawijaya dan aktivis HAM Al Araf, serta pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik Wina Armada Sukardi. Bertindak sebagai moderator Agus Sudibyo.

Menurut Bagir Manan, hukum yang baik harus dibuat dengan adil dan bertanggung jawab. Adil harus memberikan kepuasan  sebanyak mungkin oranng. Kalau ada banyak yang tidak puas, harus dicari  dimana  letak ketidakpuasanya.
  
Adapun  bertanggung jawab, jelas mantan ketua Dewan Pers itu, ada  dua. Pertama, tanggung jawab politik, dan kedua tanggung jawab moral.

“Dalam konteks ini  jangan sampai pelaksanaan KUHP nanti menjadi kesewenang-wenanga yang menjadi ketidakpuasan banyak orang,” kata Bagir.

Dalam acara itu Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari menegaskan, kemerdekaan pers tak mungkin dilepaskan dari dukungan masyarakat yang demokrasi. Keduanya saling berkaitan erat karena saling mempengaruhi.

”Di sinilah kami melihat beberapa pasal KUHP bermasalah dalam mengembangkan masyarakat  yang demokrasi,” tutur Atal S Depari.
   
Selanjutnya Atal mengungkapkan, pihaknya akan menyusun program untuk mensosialisasikan problem-problem KUHP sekaligus mencari jalan terbaik untuk mengatasinya. 

“Kita bisa pilah-pilah dan fokus pada aspek -aspek tertentu,” katanya.

Pada acara itu Wina Armada menguraikan, 200 tahun di Amerika ada Sedittion Act atau UU tentang Penghasutan. UU ini membawa korban dua wartawan Amerika yang ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang itu.

Dalam perkembangannya kemudian, UU ini tidak dipakai lagi karena dianggap Supreme Court atau Mahkamah Agung Amerika bertentangan dengan konstitusi Amerika dan kemerdekaan bereskpresi, termasuk kemerdekaan pers.

Menurut Wina Armada, isi UU Penghasutan yang berlaku 200  silam di Amerika itulah yang kini diberlakukan dalam KUHP yang baru disahkan.

“Dengan demikian  dapat disimpulkan, isi KUHP baru kita, sebenarnya, sudah tertinggal sekitar 200 tahun atau dua abad dibanding perundangan modern lainnya,“ kata Wina.

Atas dasar itu Wina berpendapat, KUHP baru cuma mengganti baju dari KUHP produk penjajah, namun substansi terkait pasal-pasal   demokrasi, lebih buruk dari  produk kolonial.

Wina mempertegas pendapat dari Bagir Manan, lantaran UU Pers No 4O Tahun 1999 bersifat primaat atau priviil alias undang-undang yang diutamakn dan dikedepankan, khusus untuk pers tetap berlaku UU Pers. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini