Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri di Tangerang, Banten, ramai-ramai menyetop penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik sendiri dan memutuskan beralih ke listrik PLN untuk mengurangi polusi udara.
Diantaranya PT Polychem Indonesia (ADMG) yang sudah beralih menggunakan listrik PLN setelah sebelumnya membangkitkan listrik mandiri dari PLTU sebesar 2x15 MW. Listrik tersebut dipakai untuk membuat bahan baku polyester, yaitu etilen glikol.
Baca juga: Perguruan Tinggi Ikut Berperan Tekan Polusi Udara di Jakarta
“Untuk mengurangi polusi udara, kami mempensiunkan PLTU yang sebelumnya dikelola mandiri untuk menekan emisi,” kata Taufan Prihadi, Electric Instrument Manager PT Polychem Indonesia, Minggu (27/8/2023).
Setelah tidak lagi mengonsumsi batu bara untuk membangkitkan listrik, papar Taufan, Polychem jauh lebih hemat dari sisi operasional. Diketahui pengeluaran biaya listrik Polychem hampir Rp10 miliar per bulan jika masih menggunakan pembangkit mandiri.
“Sekarang pakai listrik dari PLN juga lebih hemat dari sisi pengeluaran. Ongkos listriknya lebih murah dan bebas biaya maintenance. Dulu saat PLTU kami beroperasi, konsumsi batu bara kurang lebih mencapai 740 ton per hari,” kata Taufan.
Bukan cuma Polychem, PT Indonesia Toray Synthetic diketahui juga menghentikan penggunaan PLTU milik sendiri berkapasitas 2x15 MW dan memutuskan beralih ke listrik PLN dengan total pasokan 45 MVA.
PLN diketahui memasok seluruh kebutuhan listrik sebesar 45,38 mega volt ampere (MVA) ke PT Indonesia Toray Synthetics (ITS), sebuah produsen serat sintetis di Banten.
Baca juga: Beragam Jurus Pemprov DKI Tekan Polusi Udara di Jakarta, WFH hingga Uji Emisi, Efektifkah?
ITS yang merupakan anak usaha Toray Group dari Jepang ini mengandalkan suplai listrik yang berasal dari PLTU milik sendiri dan sebagian melalui layanan tegangan menengah PLN.
ITS mengklaim, mampu mengurangi emisi karbonnya hingga lebih dari 60 ribu ton CO2 per tahun sesuai dengan visi dari Toray Group.