Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rektor non-aktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno mengaku malu dan sedih usai dirinya dilaporkan terkait dugaan kasus pelecehan seksual oleh dua pegawainya.
Selain itu, dirinya pun mengatakan bahwa laporan pelecehan seksual itu juga merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadapnya.
"Mungkin bapak ibu nggak bisa menggambarkan kesedihan saya, malu saya dan juga sedih say. Karena apa? Karena selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru kali ini dijadikan korban character assassination atau pembunuhan karakter," kata Edie dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).
Edie pun kemudian menuding bahwa pelaporan terhadap dirinya ini adalah bentuk politisasi terkait pemilihan rektor Universitas Pancasila.
Lantas ia pun mengaku bahwa saat ini nama baik serta reputasinya sebagai seorang rektor tengah dipertaruhkan imbas kasus dugaan pelecehan seksual tersebut.
"Saya menjadi sasaran utama kegiatan ini, yaitu pemilihan rektor. Pemilihan rektor bagi saya biasa saja. Karena apa? di Pancasila saya sudah 13 tahun jadi rektor," sebutnya.
"Tidak pernah terpikirkan oleh saya ada di titik ini, di titik nadir paling bawah, nama baik saya dipertaruhkan. Bukan cuman nama baik saya yang hancur semua prestasi saya tiba-tiba harus lenyap," sambungnya.
Klaim Kasusnya Dipolitisasi
Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.
Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Baca juga: Hadiri Proses Rekonstruksi Kematian Dante, Angger Dimas Tak Kuasa Tahan Emosinya pada YA: Kejam
Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.
"Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.
Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.