Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Namanya Khamid (52). Ia berprofesi pramuantar atau porter yang sudah membantu angkut barang penumpang kereta api di Stasiun Pasar Senen Jakarta.
Bisa jadi ia porter tersenior di Indonesia karena sudah menjadi porter selama 24 tahun.
Baca juga: Kisah Porter di Kapal KM Kelud, Harus Berpacu dengan Waktu hingga Nyaris Kehilangan Penumpang
Pria paruh baya itu terlihat memakai seragam porter bernomor 001 terlihat celingukan di depan pintu keberangkatan.
Nomor seragamnya ini seolah menunjukkan kesenioran Hamid diantara 175 porter lain yang mencari nafkah di area Stasiun Pasar Senen.
Hamid terlihat diantara ribuan penumpang berduyun-duyun datang membawa koper maupun oleh-oleh untuk sanak keluarga ke kampung halaman, Minggu (7/4/2024).
Baca juga: Kronologi Pendaki Gunung K2 Diduga Langkahi Porter Sekarat Demi Pecahkan Rekor Baru
Kehadiran Hamid dan ratusan porter lain di sela euforia mudik lebaran sangat terasa di Stasiun Senen bukan tanpa sebab, ia sedang menunggu penumpang untuk memaka jasanya untuk mengangkut barang bawaan.
Meskipun berusia lanjut, penampilan Hamid masih terlihat bugar. Rambutnya yang masih hitam dan belum beruban itu dipoles dengan minyak rambut selayaknya anak muda.
Kepada Tribunnews, Khamid bercerita dirinya memang bukanlah asli dari Jakarta.
Dia merupakan putra keturunan Kebumen yang merantau ke Jakarta untuk mencoba peruntungan pada 1987 lalu.
"Asal saya dari Kebumen, saya merantau tahun 1987 sampai Jakarta. Pertama saya jadi porter di Gambir dulu waktu di Gambir masih di bawah," ucap Hamid saat ditemui di Stasiun Senen, Jakarta, Minggu (7/4/2024).
Berbekal pengalaman menjadi porter di Gambir, Hamid mencoba menjadi porter di Stasiun Senen pada 1999 lalu.
Ternyata, Hamid merasa nyaman hingga akhirnya masih menjadi porter disana hingga sekarang.
"Saya jadi porter sudah 24 tahun. Dari tahun 1999 saya masuk sini. Saya di stasiun Senen dari tahun 1999," ucapnya.
Di sela kesibukannya, Hamid bercerita suka dukanya menjadi porter selama 24 tahun. Dia pun mengingat betul momen pandemi Covid-19 yang melanda membuatnya harus tidak bisa mengais rezeki selama 2 tahun.
Saat itu, Hamid lebih banyak berdiam diri di rumah dengan mencoba menjual beberapa barang berharga agar anak dan istrinya tetap bisa makan.
Hal tersebut karena porter yang berada di Stasiun Senen bukanlah pekerja yang digaji PT KAI.
"Pemasukan saya hanya dari penumpang tidak ada gaji dari PT KAI. Karena kita kan bukan karyawan. Kita cuma kerja cuman dalam naungan kereta api. Kita porter, kita dapatnya dari tip dari penumpang aja," katanya.
Hamid mengatakan bahwa banyak penumpang yang salah paham dengan keberadaan porter di Stasiun Senen.
Lantaran memakai seragam, banyak penumpang yang tidak bayar setelah memakai jasanya mengangkat barang bawaan penumpang.
"Bayaran sebenernya seikhlasnya penumpang aja, kadang ada yang nggak bayar. Nggak pernah kita minta. Kata dia, mas terima kasih ya mas, ya mungkin mereka mikirnya kita dapat gaji kali ya. Ya nggak apa-apa, insyaallah nanti ada gantinya," ucapnya.
Hamid bercerita penghasilannya sebagai porter setiap harinya tidak menentu. Terkadang bisa ramai maupun sepi tergantung banyaknya penumpang yang berangkat di Stasiun Senen.
Namun pada lebaran ini, penghasilannya pun meningkat hampir tiga kali lipat dari biasanya. Meskipun tidak banyak, uang itu bisa menafkahi anak istrinya.
"Umpamanya hari hari biasa hanya 100 ribu, ya mungkin ini bisa 300 ribu. Ya alhamdulillah lah bisa buat beli baju anak," tukasnya.