TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah disebut perlu memperkuat edukasi dan analisis risiko untuk mewujudkan gaya hidup yang lebih baik di masyarakat.
Demikian hal ini disampaikan Ketua Umum DPP Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah, dalam diskusi yang digelar Indonesia Policy Analyst Forum (IPAF) di Jakarta, baru-baru ini.
"Publik harus diperkuat diedukasinya, karena ini (gaya hidup) menyangkut kesadaran dan perilaku. Kebijakannya lebih kepada pengurangan risiko hingga pencegahan. Ini yang perlu kita rumuskan bareng-bareng mengenai kebijakan yang tepat," kata Trubus, dikutip dari Warta Kota, Selasa (4/6/2024).
Ia menambahkan, Indonesia kini dihadapkan pada banyaknya produk konsumsi yang beredar di masyarakat.
Risiko dari produk-produk tersebut bermacam-macam.
Di antaranya bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Di sisi lain, beberapa industri, seperti minuman dan tembakau, telah mengeluarkan produk inovasi seperti minuman nol gula dan rokok elektrik.
Trubus mengungkapkan peredaran produk konsumsi harus juga diiringi oleh analisis dampak dan risikonya.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Pranadipa mengungkapkan perlu adanya penelitian untuk membuktikan adanya risiko kesehatan dalam sebuah produk, khususnya rokok elektrik.
"Kalau pertanyaannya apakah rendah risiko (rokok elektrik), itu perlu ada informasi berdasarkan bukti yang tidak hanya terbatas pada ruang seminar ilmiah tapi juga dibuka di ruang publik," kata Mahesa.
Mahesa juga menyatakan perlunya edukasi dan kesadaran publik untuk mengetahui risiko yang terkandung pada produk yang mereka konsumsi.
"Sebab informasi nutrisi, kandungan gula, garam, dan lemak merupakan hak masyarakat, sehingga kita berhak tahu," jelas Mahesa.
Menagih Komitmen Perlindungan Anak
Pada forum yang sama, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah, termasuk dalam peredaran produk konsumsi, harus memperhatikan anak.
Hal ini juga termasuk perlindungan anak dari produk mengandung gula dan tembakau.
Sebab anak diungkapkannya adalah individu yang tidak punya kekuatan seperti orang dewasa untuk mengklaim haknya.
Menanggapi Dian, Perwakilan asosiasi industri vape, Garindra Kartasasmita, juga memiliki perhatian yang serupa mengenai perlindungan anak.
Menurut Garindra masalahnya saat ini terletak pada penegakan hukum yang masih minim.
Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) juga gencar mengedukasi bukti ilmiah mengenai risiko vape yang lebih rendah kepada perokok dewasa.
"Kami punya 1300 member di seluruh Indonesia, mayoritasnya adalah toko retail. Kami membuat sebuah sistem penjagaan di toko teman-teman kami, bahwa satu toko bisa melaporkan toko yang lain, apabila mereka melihat toko tersebut melihat toko menjual ke underage. Jadi saling mengawasi," kata Garindra, Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI).
Dian Sasmita mengapresiasi langkah-langkah industri yang pro-aktif berkomitmen melindungi anak-anak.
Komitmen penegakan hukum jadi kunci dalam hal ini, sehingga industri pun tidak galau untuk mendukung upaya pemerintah.
"Hal sederhana (yang dilakukan APVI), tapi ketika itu dilakukan terus menerus dan digelombangkan secara berkelanjutan, itu pasti dampaknya besar," tutup Dian.
Sumber: Warta Kota