Ditambah lagi, sejumlah kabel-kabel, papan triplek, hingga pecahan-pecahan asbes, disusun saling bertumpuk hingga tak ada lagi celah untuk cahaya matahari masuk.
Begitupun dengan jemuran-jemuran baju para warga, digantungkan di celah antara dua rumah yang saling berhadapan.
Gang tersebut selalu nampak seperti malam hari, meski matahari telah kuat memancarkan sinarnya.
Bahkan, saat menelusuri gang tersebut, Kamis (13/6/2024), terik matahari di siang bolong seakan tidak masuk ke rumah-rumah warga itu.
Gang itu terasa lembab dan basah dengan air yang mengalir di tiap selokannya.
Dari yang nampak di lokasi, rumah-rumah tersebut kebanyakan berbahan semi permanen dengan dua lantai.
Masing-masing rumah berbentuk petakan dengan luas yang tak mencapai lima meter persegi.
Nampak pula, tembok-tembok di gang tersebut telah koyak dan tak tersemen sempurna.
Meski begitu, hilir mudik anak-anak serta hangatnya percakapan warga yang bermukim di gang tersebut, seakan memeluk suasana guyub di dalamnya.
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Hunian di Kota Padat Penduduk, Konsep TOD Dinilai Jadi Solusi
Jangan tanya seberapa banyak kata 'permisi' yang kerap terdengar di telinga kala melintasi sekitar gang tersebut.
Pasalnya, senggol menyenggol menjadi makanan sehari-hari. Sebab, ada sejumlah gerobak, sepeda motor, hingga bangku-bangku plastik untuk menonton televisi dari luar, terparkir berderet di sisi kanan dan kiri mulut gang tersebut.