Obat keras Tramadol masih diperjualbelikan secara ilegal di Jakarta dan sekitarnya padahal seharusnya obat itu harus dibeli dengan resep dokter itu malah disalahgunakan kegunaannya. Bahkan, membeli Tramadol di Jakarta sangat mudah tanpa harus sembunyi-sembunyi dan konsumennya pun beragam, mulai dari anak muda hingga yang berumur.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pria berusia 21 tahun, sebut saja namanya Iwan menceritakan pengalamannya mengonsumsi Tramadol sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"(Konsumsi) sejak zaman sekolah, sekarang sudah berhenti. Konsumsi selama enam tahun kalau tidak salah," kata Iwan kepada Tribunnews, Rabu (12/9).
Saat itu, Iwan mengaku tengah stres karena mendapatkan masalah berat.
Dari pergaulannya, pria dengan rambut cepak itu mengetahui jika Tramadol bisa membuat diri menjadi tenang namun karena kebiasaan menenggak tablet obat keras itu, Iwan kemudian menjadi kecanduan.
Uang jajan dari orang tua pun disisihkan untuk membeli Tramadol.
Baca juga: Tramadol Golongan Narkoba Dijual Bebas di Toko Obat, Harga Satuan Rp 8.000
Efek Tramadol menurutnya Iwan membuat rasa mual yang luar biasa.
Namun kemudian ketenangan ia dapatkan setelah menenggak obat tersebut.
"Belinya di dekat Pasar Tanah Abang, kalau harganya di bawah Rp50 ribu," ucapnya.
Iwan tak mau berbicara banyak soal penggunaan Tramadol ini dengan alasan takut.
Dia hanya menegaskan bahwa dirinya sudah tidak mengonsumsi obat keras itu sejak 2023 lalu.
Rasa takut berlebihan atau overdosis yang bisa menggerogoti kesehatannya dan ingin melanjutkan pendidikannya di Universitas menjadi alasan utamanya untuk berhenti.
Selain Iwan, seorang penjaga warung di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan juga mengaku pernah mengonsumsi Tramadol.
Sebut saja namanya Budi.
Pria bertubuh gempal itu mengaku mendapatkan Tramadol dari sejumlah pemuda yang sering berkumpul di kawasan gang rumahnya di Jakarta Selatan.
Meski sudah tak sesering jaman dahulu, pria berumur 38 tahun itu tetap mengonsumsi Tramadol saat waktu-waktu tertentu.
Terlebih saat sedang banyak pikiran.
"Efeknya ngefly (melayang) emang kalau habis pakai itu. Nah kalau kita diemin, malah jadinya ngantuk," ucapnya.
Pakar farmakologi dan farmasi klinis Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati, sejatinya sifat Tramadol ini masuk dalam golongan narkotika.
Baca juga: Penjual Tramadol Kerap Berpindah Tempat, Jika Sudah Terendus Langsung Tutup
"Ya jadi Tramadol itu adalah obat golongan narkotik yang biasanya dipakai untuk penghilang rasa sakit. Jadi istilahnya analgesik ya, penghilang nyeri gitu, sama kayak morfin, kokain dan teman temannya satu golongan," kata Zullies kepada Tribunnews.
Tramadol disebutnya merupakan jenis obat yang legal.
Jika ingin mengonsumsinya, harus mempunyai resep dokter dan sesuai dengan indikasi penyakitnya.
Layaknya obat penghilang rasa nyeri lainnya seperti Paracetamol, Tramadol juga mempunyai dosis tertentu dengan tujuan untuk terapi.
"Dosisnya bisa dipakai 50 sampai 100 miligram, 2 sampai 3 kali sehari tergantung dari nyerinya.
Jadi kalau nyeri itu kan sangat subjektif ya dan juga tingkat kenyeriannya bisa berbeda-beda ya sekitar 100 miligram gitu kalau nyeri berat bisa digunakan semacam itu, tapi dosis maksimalnya enggak boleh lebih dari 400 mg sehari," tuturnya.
Zullies tak menampik bahwa Tramadol sering disalahgunakan oleh sejumlah orang karena obat itu menimbulkan efek euforia atau halusinasi.
"Karena kan dia kerjanya di sistem saraf pusat, nah dia membuat ngefly gitu gitu.
Jadi memang walaupun efek terapi biasa itu pun kadang-kadang ada yang membuat ngantuk, atau mungkin tenang lah, jadi kayak semacam obat penenang juga sih. Jadi kayak tadi sifat sifat narkotiknya itu," jelasnya. (tribun network/abd/dod)