Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Belakangan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya terpantau buruk. Ramai-ramai netizen pun menyoroti kualitas udara di Jakarta.
Kualitas di Jakarta pada Senin pagi dilaporkan masuk urutan 20 besar terburuk di dunia, Jakarta berada di urutan 17.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.30 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta di angka 127 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
Kepala Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo Dr dr Sukamto Koesnoe, SpPD-KAI, FINASIM mengatakan, kondisi ini membuat risiko terkena pneumonia meningkat.
Ia menjelaskan, polusi udara tidak secara langsung membuat sistem pertahanan tubuh terganggu.
Namun, kuman, bakteri maupun virus akan mudah masuk ke saluran nafas sehingga menyebabkan infeksi.
“Secara tidak langsung (polusi udara) menurunkan sistem kekebalan tubuh. Kuman mudah masuk. Pada daerah yang polusi udara tinggi maka kejadian infeksi juga meningkat,” ungkap dia saat ditemui dalam kegiatan Cegah Pneumonia bersama Pfizer di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Untuk itu sebagai pencegahan, sebisa mungkin masyarakat membatasi aktivitas di luar ruangan. Jika terpaksa ke luar ruangan maka bisa menggunakan masker atau pelindung hidung.
“Juga rumah kini mungkin bisa diberikan perlindungan yakni air purifier. Yang paling gampang itu menjaga ventilasi, ruangan di rumah sebaiknya terkena sinar matahari. Jika rumah saling berdekatan maka sebaiknya jemur kasur, bantal agar tungau akibat alergi bisa mati,” tutur Ketua satgas Imunisasi Dewasa PAPDI ini.
Pneumonia merupakan salah satu tantangan utama dalam kesehatan masyarakat di Indonesia. Pneumonia atau sering disebut sebagai radang paru atau “paru-paru basah” merupakan salah satu penyakit pernapasan yang paling mematikan di dunia.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae biasanya hidup di saluran pernapasan bagian atas dan dapat menyebar melalui percikan air liur atau dahak saat penderita batuk. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia atau status kesehatan.
“Ada berbagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada dewasa, seperti faktor umur, pekerjaan, gaya hidup, dan kondisi kesehatan. Risiko pneumonia juga semakin tinggi apabila sebelumnya pasien sudah memiliki penyakit kronis,” jelas Dr. dr. Sukamto.
Oleh sebab itu, setiap orang dewasa perlu menjalani vaksinasi guna melindungi diri dari risiko pneumonia, sehingga dapat membantu mengurangi risiko rawat inap, biaya pengobatan yang tinggi, dan komplikasi yang mungkin timbul akibat pneumonia.
Sementara pada anak, Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) , Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K), menjelaskan bahwa ada lebih dari 19.000 anak balita meninggal karena pneumonia di Indonesia.
Angka kematian anak akibat pneumonia tidak pernah lepas dari tiga perangkat teratas penyebab kematian anak, sehingga menunjukkan betapa bahayanya penyakit ini.
Gejala pneumonia pada anak dapat dideteksi dan dapat dicegah dengan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat serta konsumsi makanan bernutrisi, sehat dan seimbang termasuk ASI eksklusif.
Selain itu, imunisasi juga tak kalah penting untuk dilakukan sebagai langkah utama dalam mencegah pneumonia pada anak.
“Dengan imunisasi yang lengkap, anak akan terhindar dari penyakit pneumonia, maupun penyakit yang berbahaya lain, seperti radang selaput otak dan radang telinga atau otitis yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus. Imunisasi pneumokokus yang lengkap dapat menekan angka prevalensi pneumonia pada anak-anak,” ungkap dia.