TRIBUNNEWS.COM - Saat menjadi pembicara ‘Diskusi Empat Pilar MPR’ dengan tema ‘Efektivitas Sidang Tahunan MPR’, di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, 20 Juli 2020, anggota MPR Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, mengatakan tema diskusi yang diangkat pada hari ini sangat menarik.
“Sidang Tahunan MPR memiliki makna yang penting karena menjadi ajang laporan lembaga-lembaga negara,” ujarnya.
Sidang tahunan yang biasa digelar di bulan Agustus, menurut Kurniasih merupakan sidang untuk mendengarkan laporan tahunan dari MPR, DPR, DPD, BPK, MA, KY, dan MK. “Dan juga untuk mendengarkan laporan kinerja dari Presiden,” ujarnya.
Acara yang akan digelar pada 14 Agustus 2020 itu, dikatakan sebagai salah satu bentuk berfungsinya MPR dalam proses ketatanegaraan di Indonesia. Ketika berposisi sebagai anggota DPR, sidang tahunan itu dikatakan sebagai salah satu bentuk fungsi pengawasan kepada pemerintah. Untuk itulah sidang tahunan diharap dijadikan sarana bagi anggota DPR untuk melakukan fungsi pengawasan.
“Setelah kita mendengar banyak pidato saat sidang tahunan tersebut”, tuturnya.
Perempuan yang di DPR berada di Komisi IX itu mengusulkan agar sidang tahunan bisa lebih maksimal maka bahan sidang diberikan kepada peserta sebelum sidang tahunan berjalan.
“Bahan bisa disampaikan H-1 atau H-2,” ungkapnya.
Ketika bahan sidang sudah berada di peserta selanjutnya peserta bisa mempelajari bahan yang ada.
Ia menceritakan saat Sidang Paripurna DPR di mana ada laporan dari BPK dan Menteri Keuangan, bahan yang ada dibagikan saat registrasi, Hal yang demikian menurut Kurniasih menjadi dilema sebab membuat posisi peserta sidang paripurna dalam dua pilihan, membaca bahan atau mendengarkan pidato.
“Kebingungan itu tidak akan terjadi apabila bahan sudah diberikan minimal H-1,” ungkapnya.
Dalam Sidang Tahunan MPR, saat pelaksanaan akan dibacakan laporan kinerja lembaga-lembaga negara. Tidak ada ruang interupsi atau ruang evaluasi secara terbuka. Hal demikian menurut Kurniasih tidak masalah sebab dengan bahan-bahan yang sudah ada, bila ada masalah bisa dicatat atau dikritisi. Catatan mengenai mana-mana saja pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga negara; dan mana-mana saja yang belum dilakukan dalam setahun terakhir, selanjutnya bisa disampaikan, ditindaklanjuti, atau di-follow up-i dalam sidang-sidang Komisi DPR. “Saya di Komisi IX DPR maka saya akan menindaklanjuti catatan kritis yang ada dengan mitra komisi”, tutur Kurniasih.
Dirinya berharap agar sidang tahunan tidak sekadar formalitas. “Jangan hanya sekadar menjalankan rutinitas,” harapnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis di awal diskusi menuturkan tugas MPR yang termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945.
“Dalam UUD dikatakan, MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun,” ungkapnya.