TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mendukung opsi “legislative review” terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dibuka oleh Pemerintah.
Upaya legislative review, Itu menurut Hidayat sejalan dengan prinsip NKRI sebagai Negara Pancasila, Negara Hukum dan Mengutamakan Kedaulatan Rakyat, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUDNRI 1945.
“Saya mengapresiasi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, tidak menutup kemungkinan dilakukannya legislative review terhadap UU Ciptaker yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (6/11/2020).
Namun, karena permasalahan dalam UU Omnibus Law Ciptakerja tidak sekedar salah ketik, tapi berjalin berkelindan serta banyak aspeknya, mencakup berbagai hal dan ketentuan terkait UU Ciptakerja.
Langkah legislative review, merupakan salah satu opsi legal yang bisa dilakukan agar DPR dan Presiden dapat mengobati luka Rakyat, dengan memperbaiki secara mendasar berbagai hal terkait penyusunan, pengesahan dan sosialisasi UU Ciptaker.
Dari segi proses pembahasan, UU Ciptaker nampak tidak cermat dan diburu-buru target, draft final juga tidak diberikan kepada setiap fraksi pada pengambilan keputusan tingkat I dan tingkat II.
Jadwal rapat paripurna persetujuan RUU Ciptakerja pun tiba-tiba dimajukan.
Bahkan sesudah diketok palu di rapat paripurna DPR RI (sekalipun ditolak oleh FPKS dan FPD) hingga diserahkan ke Pemerintah, masih terjadi perbaikan yang diakui oleh Jubir Presiden bidang Hukum, Dini Santi P, yang diklaim sebagai perbaikan administrasi dan bukan substantif, tapi ternyata berdampak dengan dihilangkannya secara sepihak Pasal 46 dengan 4 ayatnya.
Berbagai kesalahan baik “administratif” maupun substantif masih ditemukan dalam UU Ciptaker.
Padahal UU tersebut sesudah diputuskan di rapat paripurna DPR, sudah disisir di Baleg DPR, dan juga di Setneg.
Termasuk sesudah UU itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, dan dimuat dalam Lembaran Negara.
Beberapa pihak sudah mempublikasikan temuan sejumlah kesalahan pasal dalam UU Cipta Kerja.
Misalnya, Pasal 6 yang menentukan untuk merujuk ke Pasal 5 ayat 1, padahal Pasal 5 tersebut tanpa ayat.
Lalu, Pasal 175 angka 6 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan, dimana ayat (5)-nya menyebut agar merujuk ke ayat (3), padahal seharusnya ke ayat (4).