TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA ---- Kordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Pusat, Petrus Salestinus, SH menegaskan siap bertarung dalam seleksi calon Ketua KPK. Menurut Petrus pimpinan KPK tidak saja harus berani namun juga harus menjaga indepensi KPK agar lembaga itu tidak terombang-ambing dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
Petrus sakestinus kepada Tribunnews.com, Sabtu (19/6/2010) siang, mengaku telah mendaftarkan diri dengan nomor pendaftaran 151, menjadi calon peserta seleksi Ketua KPK sejak tanggal 11 Juni 2010 lalu.
Menurutnya, tujuannya mendaftar dalam seleksi ketua KPK adalah ingin menjawab tuntutan dan harapan masyarakat kepada KPK agar tampil lebih kuat, percaya diri, mandiri dan lebih berani.
Menurut Petrus, pasca kasus Antasasi, Bibit dan Chandra didiskrimininalisasikan, maka KPK kelihatan semakin kehilangan jadi diri, loyo, dan tidak punya nyali.
Untuk itu, public mengharapkan ke depan harus muncul sosok figur atau pimpinanan yang bukan saja memiliki keberaniaan dan bersih dari KKN. Akan tetapi harus juga mampu menjaga independenssi KPK agar tidak bisa ditarik ke kiri dan ke kanan oleh mereka-mereka yang berkehendak tidak baik.
“Saya merasa memiliki nyali yang cukup, tidak ada kaitan KKN dengan penyelenggara Negara dalam soal korupsi dan mempunyai idealisme terutama dalam menjaga independensi KPK. Untuk itulah saya melamar dan siap bertarung dengan jagoan jagoan lain,” kata Petrus.
Petrus mengatakan, kesiapannya untuk ikut dalam seleksi calon ketua KPK, karena selama ini dia melihat ada sejumlah kelemahan KPK yang disebabkan oleh sejumlah kelemahan personality pimpinan dan anggotanya.
Pertama, unsur pimpinananya rata rata memiliki beban bersoalan KKN masa lalu dengan lingkungan kerja sebelumnya sehingga secara psikologis telah menyandera nyali para pimpinannya itu.
Kedua, kakrakter sebagian orang yang berani dan bersih serta mampu menjaga independensi KPK hampir tidak ditemukan dalam diri pimpianan KPK selama ini. “Selama ini, KPK sering terombang ambong seperti layang-layang putus akibat tarik menarik kepentingan politik dan praktek makelar kasus yang secara diam-diam sudah berhasil masuk ke KPK,” kata Petrus.
Ketiga, KPK sejak berdiri hingga saat ini selalu menempatkan diri berada dan bersama-sama dengan kejaksaan, polri, dan pengadilan, berlomba lomba berupaya memberantas korupsi dengan menangani kasus per kasus.
“Padahal UU KPK telah memberi mandat kepada KPK, antara lain melakukan koordinasi dan supervise terhadap lembaga penegak hukum lainnya sehingga seharusnya KPK lebih memberi porsi untuk prioritas mensupervisi kerja Polri, kejaksaan dan pengadilan ketimbang ikut menangani kasus-kasus kelas teri,” kata Petrus.
Menurutnya, jika sejak awal KPK memfokuskan pemberantasan korupsi kepada lembaga penegak hukum (Polri, Kejaksaan, Pengadilan) maka hasilnya akan jauh lebih baik ketimbang KPK ikut latah menanganai kasus-kasus kelas teri yang tidak memiliki dampak positif bagi penegakan hukum kita.
“Padahal lahirnya KPK justeru karena kejaksaan, kepolisian dan pengadilan telah menjadi sarang, tempat berlindungnya para koruptor. Di sanalah koruptor mendapat perllindungan dan pembersihan diri dari pelaku korup, dengan membeli SP3 dan putusan bebas,” kata Petrus.
Petrus juga menilai, kekeliruan yang fatal yang dilakukan KPK selama ini adalah KPK melakukan MoU dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk memberantas korupsi. Padahal, KPK itu independen, dan pihak Polri, Kejagung dan MA juga merupakan objek pemeriksaan KPK.
“Namun, karena MoU itu, maka ketika KPK harus menindak jaksa, polisi dan hakim yang korupsi, maka KPK tidak dapat bergerak leluasa lagi karena belum apa-apa KPK sudah menyerahkan kepala dan lehernya untuk diikkat oleh Polri, Kejagung dan MA,” kata Petrus.
Kondisi ini membuat kemandirian KPK sirna. KPK menjadi banci kemudian menjadi korban. Contoh kasus Bibit Chandra, Antasari dan lainnya.
Melihat situasi dan kondisi yang dialami KPK selama ini, demikian Petrus, maka dia menilai, factor nyali, keberaniaan, integritas diri, kemampuaan menjaga independensi KPK menjadi sangat penting dimiliki oleh Ketua KPK. Termasuk keberanian untuk menyatakan tidak terhadap ajakan KKN yang datang dari penentu kebijakan di negeri ini.
Petrus memastikan, dirinya memiliki karakter itu dan siap memperbaiki segala kelehaman KPK selama ini, jika dia lolos seleksi menjadi Ketua KPK. “Saya menyatakan berada dalam karakter seperti itu. Saya siap bertarung demi mengangkat derajat rakyat miskim kita akibat korupsi,” kata Petrus.
Petrus Salestinus: Ketua KPK Harus Berani dan Independen
Penulis: OMDSMY Novemy Leo
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger