TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menyita uang dollar dalam penangkapan terhadap hakim Syarifudin, Rabu lalu. Menurut Koordinator Masyarakat Peduli Peradilan Indonesia (MAPI) Hasril Hertanto, sulit menyebut uang dollar itu terkait dengan kasus suap Syarifudin.
"Saya kira agak sulit juga ya kalau dikatakan bahwa mata uang asing itu didapatkan dari hasil penyuapan," kata Hasril saat dihubungi wartawan, Jumat (3/6/2011).
KPK, lanjut Hasril, harus hati-hati memastikan status uang tersebut. Uang-uang itu, harus ditelusuri betul asal-muasalnya. "Jangan-jangan itu simpanan dia ya. Saya kira KPK ini harus hati-hati, takutnya salah itu hasil penyuapan," tuturnya.
Jika salah memastikan status uang-uang asing tersebut, KPK, kata Hasril, bisa saja diguguat oleh pihak Syarifudin. Hal itu, tentu berbahaya bagi KPK.
"Kalau masalah wajar atau nggak wajar si hakim memiliki uang asing itu, harus dilihat dari track recordnya tersebut. Harus diteliti lagi. Apakah si hakim pernah pergi keluar negeri, dan apakah hakim tersebut jumlahnya sangat siginifikan uangnya sebanyak itu, itu harus digali lagi," jelasnya.
Untuk menelusuri status uang itu, lanjut Hasril, KPK dapat bekerjasaman dengan PPATK dan Direktorat Jenderal Imigrasi. "Ke Imigrasi untuk menelusuri apakah dia pernah ke Singapura dan Amerika Serikat," katanya.
"Mengenai hakim sendiri, mereka memiliki jam terbang sendiri. Biasanya hanya hakim-hakim tertentu yang mempunyai kesempatan dan akses studi banding keluar negeri. Kecuali itu (dia keluar negeri) dilakukan dalam hal pribadi. Kalau itu (hakim keluar negeri dalam hal pribadi) itu
jarang," imbuhnya.
Terkait catatan kelam Syarifudin sebagai seorang hakim, Hasril mengaku tak begitu kaget mendengarnya. "Katanya dari beberapa lawyer, track recordnya memang kurang baik," ujarnya.