Laporan Wartawan Tribunnews.com Febby Mahendra Putra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan hanya menemukan kejanggalan perihal jumlah peluru yang menewaskan Nasaruddin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Terpidana 18 tahun penjara kasus pembunuhan ini pun menemukan kejanggalan lain mengenai kondisi jenazah korban sebelum dilakukan autopsi oleh dokter Mun'im Idris.
"Dari pengakuan dokter Mun'im Idris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebelum diautopsi rambut korban sudah dicukur, luka-luka sudah dijahit, sehingga tidak asli lagi," ungkap Antasari.
Setelah tertembak, korban sempat dibawa ke tiga rumah sakit berbeda. Sebelum meninggal, korban dibawa ke Rumah Sakit Mayapada (Tangerang), kemudian ke Rumah Sakit Gatot Subroto (Jakarta), dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Jakarta).
Nasrudin diketahui masih hidup selama 22 jam setelah ditembak di Jl Hartono Raya, Modernland, Tangerang, usai main golf, sekitar pukul 14.30 WIB, 14 Maret 2009. Tak jelas benar, apa yang dialami Nasruddin selama berada di rawat di rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Misteri lainnya, baju yang dipakai Nasrudin ketika ditembak tidak pernah bisa dihadirkan ke persidangan. Antasari sebenarnya ingin mengajukan sebuah permintaan jika baju Nasruddin dapat dihadirkan ke persidangan.
Antasari akan minta baju korban di-scan agar dapat diketahui korban ditembak secara langsung tanpa penghalang atau tidak. "Jika korban ditembak langsung, semburan mesiu akan tertahan di baju tersebut. Menurut fakta persidangan, penembakan terhalang kaca mobil sehingga seharusnya tidak ada semburan mesiu ke baju korban," katanya.
Antasari melihat lenyapnya baju korban merupakan sebuah kejanggalan karena memutus mata rantai fakta di persidangan. "Kemudian, pada saat persidangan foto jenazah korban tidak ditampilkan. Mengapa tidak ada foto korban atau foto luka tembakan pada tubuh korban," kata Antasari dengan penuh tanda tanya.