TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi I (membidangi masalah pertahanan dan hubungan luar negeri) DPR, Mahfudz Siddiq (PKS) menegaskan, kekuatan separatis di Papua tidak besar secara jumlah dan persenjataan.
Kekuatan separatis di Papua, tak sebesar dengan gerakan Aceh Merdeka di Aceh sebelumnya. "Tidak seperti kasus GAM dulu. Sehingga, pendekatan represif keamanan harus seminimal mungkin. Akan tetapi, kekuatan separatis Papua justru pada sisi potensi internasionalisasi masalah. Ada problem historis politis dalam penanganan Papua ini," ujar Mahfudz Siddiq, Rabu (26/10/2011).
Dikatakan, penanganan masalah keamanan di Papua tetap harus mengedepankan penanganan oleh aparat kepolisian. TNI, sesuai asas perbantuan diturunkan dalam situasi yang sulit ditangani polisi.
Hal ini penting, lanjut Mahfudz, karena bisa jadi, ada pihak-pihak yang ingin pancing TNI turun-tangan dalam skala lebih besar sehingga bisa dimunculkan isu pelanggaran HAM dan isu ini dibawa ke ranah internasional.
"Untuk masalah separatisme, BIN dan BAIS harus perrkuat operasinya terutama kontra-intelijen dan penggalangan terhadap anasir separatis. Kekuatan TNI saat ini harus difokuskan pada penjagaan wilayah-wilayah perbatasan negara yang rawan sebagai jalur akses dan infiltrasi anasir separatis," ujarnya.
Sementara pemerintah pusat dan daerah di Papua, lanjutnya lagi, harus terus konsentrasi efektifkan program pembangunan ekonomi dan kesra dalam frame otonomi khusus (otsus).
Ditegaskan, TNI selama ini terlibat dalam penjagaan perbatasan, instalasi vital seperti bandara dan membantu polisi untuk pengamanan, khususnya di daerah rawan kejahatan bersenjata.