TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ambil pusing dengan ancaman gugatan mantan anggota DPR 1999-2004 sekaligus bekas terpidana kasus suap cek pelawat (traveller cheque) pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), Hamka Yandhu, jika institusi tak menetapkan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka kasus ini.
Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan penetapan tersangka terhadap seseorang, termasuk Miranda, bukan lah berdasarkan desakan seseorang, melainkan telah terpenuhi dua alat bukti.
"KPK tidak bisa menangani kasus berdasarkan desakan atau tuntutan seseorang," kata Johan di kantor KPK, Jakarta, Senin (9/1/2012).
Menurut Johan, saat ini lembaganya tengah berusaha menuntaskan kasus ini sehingga bisa terungkap aktor intelektualnya. Dua alat bukti adalah acuan KPK untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Sebelumnya, Hamka mengancam akan menuntut KPK jika Miranda tidak dijadikan tersangka.
Menurut Hamka, dirinya dapat dikategorikan sebagai korban kasus dan nama baiknya telah dicemarkan, jika Miranda tak jadi tersangka. Sebab, kasus ini adalah kasus suap cek pelawat untuk pemenangan Miranda sebagai DGS BI.
Melalui Johan, KPK mempersilakan Hamka untuk menggugat insitusinya. Lagipula, KPK merasa tak ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh oleh Hamka karena memang telah divonis bersalah menerima suap tersebut di pengadilan.
"Hamka Yandhu kan sudah divonis. Bagaimana nama baiknya,.. kecuali dia divonis bebas, dia bisa ada upaya untuk menuntut. kalau itu dilakukan silakan saja menuntut. silakan saja. Itu kira-kira ada mekanisme hukumnya
tidak," ujar Johan.
Sebagaimana perjalanan kasus yang telah tiga tahun ditangani, KPK baru sebatas menjerat puluhan anggota DPR periode 1999-2004 sebagai pihak penerima dan tersangka Nunun Nurbaeti sebagai pihak perantara suap dengan cek senilai Rp 24 miliar dalam pemilihan posisi DGS BI di Komisi IX DPR pada 8 Juni 2004 silam. Sementara, aktor intelektual maupun penyandang dana cek tersebut masih bisa menghirup udara bebas.
KPK juga belum bisa menjerat Miranda sebagai orang yang terpilih dan diduga karena bantuan suap dengan cek itu.