Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah tertangkap di Kolombia karena menjadi buronan kasus suap Wisma Atlet, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin langsung dibawa ke Tanah Air dan ditahan di Rutan Mako Brimob pada Agustus 2011.
Namun, dari balik rutan kepolisian itu, justru Nazar bisa bertelepon ria dengan istri tercinta, Neneng Sri Wahyuni, yang kini juga menjadi buronan KPK di luar negeri atas tuduhan korupsi proyek PLTS di Kemennakertrans.
Komunikasi via telepon dari balik jeruji besi itu, Nazar akui saat menjadi saksi perkara suap proyek PLTS Kemnakertrans dengan terdakwa PPK Satker Ditjen P2MKT Kemnakertrans Timas Ginting, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/1/2012).
Mulanya Nazar menjelaskan yang ia ketahui tentang PT Alfindo Narutama Perkasa yang memenangkan tender proyek PLTS. Namun, ia mengaku kecewa karena KPK menjadikan istrinya sebagai tersangka untuk kasus itu, dengan tuduhan menerima keuntungan hasil proyek itu. Padahal, sang istri telah keluar dari Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara.
Selanjutnya, Nazar berinisiatif menelusuri penyebab sang istri menjadi tersangka dalam proyek itu. Satu di antaranya caranya ia mengkonfirmasi sang istri dengan menelepon. "Saya menanyakan dia, kok jadi tersangka. Menanyakan, Mah, loh kok jadi tersangka," kata Nazar mengulangi ucapannya saat menelepon Neneng.
Di hadapan majelis hakim, Nazar mengakui dirinya tengah berada di Rutan Mako Brimob saat melakukan komunikasi jarak jauh dengan sang istri.
Pengakuan Nazar itu membuat majelis hakim bertanya-tanya mengingat saat itu Nazar ditahan di rutan. "Loh kok memang boleh telepon di penjara?" tanya hakim anggota Sujatmiko.
Menurut Nazar, bahwa hal itu adalah benar adanya. "Buktinya saya bisa telepon istri saya," jawab Nazar yang mengenakan batik biru.
Menurut Nazar, dalam percakapan melalui telepon itu, Neneng telah bersumpah tidak terlibat dengan kasus proyek PLTS.