TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan direktur utama PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi DP. Nababan jalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana korupsi, Jakarta Selatan, Rabu (05/07/2012) atas kasus penyewaan pesawat.
Jaksa Penuntut Umum yang diketuai oleh Heru Widarmoko, dalam pembacaan dakwaan menuturkan Hotasi didakwa primair pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Serta dakwaan subsidair pasal 3 Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juga dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa membayarkan security deposit sebear 1 Juta USD, mengakibatkan kerugian negara," katanya.
Kasus tersebut berawal pada tahun 2006, saat MNA menyewa dua buah pesawat Boeing dari perusahaan leasing di Amerika Serikat, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG), tanpa melalui proses Rapat Kerja Anggaran Perusahaan untuk dua pesawat itu, MNA mengirimkan security deposit ke TALG sebesar AS$1 juta.
Kemudian, MNA juga mengirimkan teknisi dan bagian procurement untuk melakukan pengecekan fisik pesawat yang hendak disewa. Pengecekan dilakukan di dua tempat, Guang Zou (Cina) dan Cengkareng.
Setelah melakukan pengecekan fisik TALG dan pesawat, MNA akhirnya melakukan negosiasi untuk melakukan penyewaan pesawat. MNA diminta untuk mentransfer AS$1 juta sebagai Refundable Security Deposit ke rekening Hume & Associate, kantor pengacara di Amerika Serikat.
Uang itu merupakan uang jaminan yang tidak boleh dipergunakan dan harus dikembalikan secara utuh jika masa sewa berakhir. Namun, yang terjadi pesawat yang dijanjikan akan disewa itu tidak kunjung datang sampai sekarang. Refundable Security Deposit pun tidak dapat ditarik lagi, meski MNA telah memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Amerika Serikat.
Baca Juga: