News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Merpati

Saksi Sebut Perintah Pengadaan Pesawat dari Terdakwa Hotasi

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Anwar Sadat Guna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, menjalani sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (2/8/2012). Hotasi diduga terlibat kasus korupsi penyewaan pesawat Boeing 737 dari perusahaan Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc di Amerika Serikat pada 2006 lalu.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guntur Aradea, saksi kasus dugaan korupsi sewa oleh PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), menyebutkan perintah penyewaan pesawat ke Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) berasal dari terdakwa Hotasi Nababan selaku Direktur Utama (Dirut) PT MNA saat itu.

"Iya (perintah Hotasi). Ada di dalam nota dinas. Ada disposisi dari dirut bahwa perintah segera dilaksanakan," kata Guntur ketika bersaksi untuk terdakwa Hotasi Nababan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/8/2012).

Menurut mantan Direktur Keuangan PT MNA itu, kala itu ada pengarahan dewan pemegang saham yang meminta agar direksi menjaga kelangsungan perusahaan, mengingat, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2006 disebut Merpati merugi Rp 211 miliar.

Kemudian, arahan tersebut diterjemahkan dengan penyewaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada tahun 2006 dari TALG. Dengan uang jaminan sebesar 1 juta dollar Amerika.

Namun, Guntur mengaku tidak tahu menahu perihal penentuan besaran uang sewa yang harus dibayarkan oleh PT MNA. Sebab, hanya bertugas mengeluarkan uang untuk ditransfer ke Hume & Associates PC.

"Kami dari sisi keuangan adanya nota saja. Pengajuan dari tim terkait sesudah Lease Agreement Summary of Term (LASOT) ditandatangani," terang Guntur.

Sebaliknya, Guntur menegaskan bahwa mengalirnya uang 1 juta dolar Amerika itu setelah ada disposisi dari Hotasi. Di mana, memerintahkan untuk dibayarkan.

"Keputusan pembayaran diambil setelah ada nota bahwa pesawat sudah di cek fisiknya, dinilai harganya wajar dan pembayaran ini bersifat refundable," kata Guntur.

Seperti diketahui, Hotasi Nababan didakwa merugikan negara sejumlah 1 juta dollar Amerika terkait penyewaaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada tahun 2006.
Sehingga, terancam hukuman seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/7), dikatakan Hotasi bersama General Manager Craft Procurement MNA, Tony Sudjiarto telah melakukan kerjasama dengan perusahaan leasing di Amerika Serikat, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) untuk penyewaan dua unit pesawat Boeing.

Padahal, rencana penyewaan dua unit pesawat tersebut tidak termuat dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 yang disepakati saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sehingga, perbuatan itu melanggar Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Ditambah lagi, ternyata pesawat Boeing 737-500 dan Boeing 737-400 yang akan disewa MNA masih dimiliki pihak lain yaitu East Dover Ltd. Dan baru akan dibeli oleh TALG jika MNA bersedia menyewa pesawat dari pihaknya. Tetapi, Hotasi tetap meneruskan kerjasama penyewaan pesawat dengan TALG.

Terbukti, dengan ditandatanganinya dua buah Lease Agreement Summary of Term (LASOT) dengan Jon Cooper selaku CO dari TALG pada tanggal 18 Desember 2006 oleh Tony atas kuasa dari Hotasi . Di mana, penandatanganan tersebut dilakukan melalui proses scanner dan email atau tanpa tatap muka.

Kemudian, berlanjut dengan penandatanganan kontrak penyewaan dua unit pesawat pada 20 Desember 2006 oleh Hotasi dan Direktur Operasi PT MNA, Captain Harry Pardjaman. Padahal, saat itu, TALG baru melakukan kesepakatan pembelian satu pesawat Boeing 737-500 dari East Dover Ltd.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini