TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Pemerintah Kota Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam mengeluarkan aturan yang melarang perempuan duduk terbuka atau kangkang di atas motor menuai pro dan kontra.
Ketua Umum Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB), Yenny Wahid mengungkapkan bahwa sebuah peraturan lahir dengan banyak pengaruhnya diantaranya kondisi sosiologis maupun historis dari masyarakat itu sendiri.
Yenny mengatakan merujuk pada kondisi sosiologis dari masyarakat Aceh yang sangat mengagung-mengagungkan perempuan dan sangat memberikan ruang kepada perempuan dalam ruang publik, menjadi pertanyaan besar buat Yenny dengan adanya aturan tidak boleh duduk kangkang di atas motor.
“Kalau mengambil contoh rujukan historisnya saja, pada zaman dulu seperti Cut Nyak Din katakanlah, itu kan tidak mungkin naik kuda mimpin perang nyengklak (duduk menyamping) kan tidak mngkin, nah dari rujukan sosiologis saja, sudah tidak tepat untuk tidak membolehkan duduk disepeda motor tidak boleh mengangkang,” kata Yenny saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Selatan, Selasa (8/1/2013).
Yenny melihat bila Peraturan Daerah (Perda) tersebut dijalankan, maka terlihat kesan dipaksakan. Dengan ada peraturan tersebut justru malah menimbulkan keresahan di masyarakat. Terang Yenny, syariat islam yang penting itu adalah prinsip-prinsip dasarnya.
Prinsip dasar Syariat Islam adalah membawa kemasalahatan atau membawa kesejahteraan bagi masyarakat, bukan sebaliknya membawa keresahan.
“Nah ini dengan adanya Perda, duduk menyamping itu kan riskan jatuh, itu tidak membawa maslahat namanya. Karena unsur keselamatannya terabaikan, hanya masalah sopan satun.Sopan santun itu bagus kalau mau dipupuk di masyarakat, tetapi apakah harus dengan Perda, kalau semua diatur dengan Perda, kiai dan ulama hingga pendeta pensiun dong,siapa yang mengajarkan moralitas di masyarakat kan seharusnya mereka,” ujarnya.
Menurut Yenny, peraturan tidak boleh duduk kangkang di atas motor tidak perlu sampai diatur mendetail ke dalam hukum positif .
“Kalau pemerintahnya khawatir, misalnya dengan keselamatan perempuan di ruang publik, maka itu yang harus dilakukan, mendingan membuat transportasi publik khusus perempuan saja, misalnya angkot khusus perempuan, itu lebih menjamin, dan pasti perempuan lebih suka, dari pada naik sepeda motor,” kata Yenny.