TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Jafar Hafsah meminta ada kontrol ketat terhadap kegiatan impor. Hal tersebut terkait dengan melonjaknya harga bawang yang disebabkan terhambatnya pasokan ke dalam negeri.
"Keran impor yang telah dan akan dilakukan untuk disegerakan dalam kontrol yang ketat serta memperhitungkan waktu panen bawang merah yang akan dilaksanakan nanti agar tidak merugikan petani," kata Jafar dalam pernyataannya, Senin(18/3/2013) malam.
Menurut Jafar, karena bawang putih merupakan komoditi yang 90%-95% bergantung pada impor, maka harus segera diatur tata niaganya.
Solusi jangka panjang yang berkelanjutan yang perlu dilakukan antara lain
sinkronisasi dan up date data produksi dan data konsumsi bawang putih dan
bawang merah untuk merumuskan kebijakan produksi yang tepat.
Berikutnya kata Jafar,teknologi penanganan pascapanen terutama teknologi penyimpanan dingin untuk menyerap hasil panen petani saat over produksi bawang merah yang dapat digunakan sebagai penyangga.
Peran Bulog lanjutnya juga mesti ditingkatkan dan dioptimalkan sebagai alat pemerintah dalam menjaga ketersediaan pangan termasuk bawang merah dan bawang putih. Memastikan ketersediaan lahan yang memadai untuk produksi bawang merah nasional. Dengan produktifitas 10 ton per hektar bawang merah, maka ketersediaan lahan 150.000 hektar hasil produksinya akan memenuhi kebutuhan nasional.
Tidak lupa pula, melaksanakan riset dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan varietas bawang putih yang dapat tumbuh optimal di Indonesia.
"Saya kira persoalan ini menjadi petanda nyata bagi kita semua untuk tidak bermain- main dengan persoalan pangan. Ini sekaligus imperative untuk mewujudkan kedaulatan pangan sebagai pilar penting dan mendasar untuk menopang kedaulatan bangsa. Jika pangan berdaulat, bawang merah dan bawang putih akan semakin memperindah kibaran sang saka merah putih," kata Jafar.
Mengurus pangan lanjut Politisi Partai Demokrat ini tidak boleh setengah hati, karena ini berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar manusia yang paling dasar. Tuntutan akan pemenuhan
kebutuhan lainnya akan berjalan baik jika kebutuhan di sisi ini telah terpenuhi.
Apalagi untuk Indonesia yang sumber daya dasarnya agraris, tenaga kerja terbesar di sektor pertanian dan kemiskinan terbesar juga di sektor ini, maka persoalan
ini menjadi sangat krusial untuk diurus dan diselesaikan. Mesti dipahami dan ditempatkan pangan sebagai “ibu dari semua sektor” .
"Jika persoalan di sektor ini selesai, maka sektor yang lainnya pun akan mudah tumbuh dengan kokoh," tutupnya.