TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) belum mendapatkan suara bulat mengenai Revisi Undang-undang Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Nomor 42 tahun 2008. Ketua Baleg Ignatius Mulyono mengatakan fraksi-fraksi akan melakukan lobi-lobi untuk memutuskan RUU tersebut.
"Kita akan serahkan waktu untuk lobi tingkat Kapoksi. Tanggal 4 April 2013 kita akan berkumpul lagi untuk membahas kelanjutannya," kata Ignatius dalam rapat Baleg di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/3/2013).
Rapat kali ini terkait pandangan mini fraksi mengenai RUU tersebut. Fraksi Demokrat melalui Subiakto dengan tegas menolak pembahasan UU Pilpres. Ia mengatakan pembahasan tersebut sarat dengan kepentingan politik praktis.
"Belum mendesak perubahan pasal-pasal RUU tersebut. Pembahasan belum menyentuh substansi untuk kepentingan masyarakat," kata Subiakto.
Menurut Subiakto, angka parliamentary treshold masih mengakomodir berbagai kepentingan. "Demokrat tetap konsisten meminta menunda pembahasan RUU Pilpres," katanya.
Hal senada juga dikatakan Fraksi PDIP Honing Sani. Ia mengatakan pihaknya tetap menunda pembahasan RUU Pilpers.
"Yang harus masuk mekanisme pengaturan koalisi supaya tidak amburadul seperti sekarang," katanya.
Fraksi Golkar yang diwakili Ali Wongso Sinaga juga berpendapat yang sama. "Golkar berpendapat bahwa UU No 42 tahun 2008 saat ini tidak tepat untuk diubah karena masih relevan untuk diterapkan tahun depan," katanya.
Sedangkan PKS mengusulkan adanya perubahan RUU Pilpres. "Dengan mempertimbangkan waktu pemilihan presiden dan pipres yang waktunya dekat dengan pileg maka perlu ada perubahan tahapan," kata Aus Hidayat Nur.
Ia juga mengatakan ambang batas pencalonan perlu diatur detil agar mengakomodir suara rakyat. "Penentuan ambang batas rendah satu sisi akan memberikan partisipasi luas kepada masyarakat. Jika angkat PT terlalu tinggi maka hanya akan memberikan legitimasi bagi parpol-parpol besar," ujarnya.
Sementara Partai Amanat Nasional dan PKB menilai revisi UU Pilpres belum diperlukan. Hal itu berbeda dengan PPP yang mendukung revisi UU Pilpres dibawa ke pembahasan selanjutnya.
Sedangkan Gerindra serta Hanura menyetuju RUU Pilpres. Anggota Fraksi Gerindra Martin Hutabarat menilai masyarakat diperlukan adanya calon pemimpin alternatif.
"Kalau hanya 20 persen maka tidak mungkin terpilih calon yang benar-benar dicintai masyarakat. Oleh karena itu kita harus pikirkan benar-benar. Kita menginginkan perubahan," kata Martin.
Hal yang sama juga menjadi alasan Hanura mendukung RUU Pilpres. "Ini akan menghadirkan lebih banyak alternatif tokoh untuk dipilih. Jangan mempersempit kesempatan bagi parpol lain," kata anggota Fraksi Hanura Sunardi Ayub.