TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta berpendapat kasus pemerasan oleh pegawai Pajak terhadap wajib pajak harus dilihat dari dua sisi.
Sisi pertama sistem whistle blower yang diterapkan oleh Ditjen Pajak memang berjalan.
"Dan sisi kedua walaupun jalan tetapi belum menimbulkan efek jera," kata Budimanta ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (11/4/2013).
Menurut Budimanta, patut diduga situasi perpajakan di Indonesia bagai api dalam sekam.
"Untuk memperbaikinya perlu keteladanan yang berlapis, pengawasan internal yang tegas, dan sistem rekruitmen yang lebih baik," kata Budimanta.
Untuk memperbaikinya ke depan maka sistem rekruitmen pegawai pajak harus dengan test pskilogis/kejiawaan untuk melihat kecenderungan kepribadian dari calon pegawai.
Dari kasus ini, Budimanta menilai atasan langsung pegawai pajak itu harus bertanggung jawab.
"Terutama atasan langsung dari yang bersangkutan," kata dia.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI, Harry Azhar Azis, berpendapat perlu sanksi tegas kepada aparatur petugas pajak yang memeras.
"Itu sangat merugikan rakyat dan negara," kata Harry.
Menurut Harry, pembelaan Dirjen pajak Fuad Rahmany dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo terhadap keadaan aparat pajak yang makin membaik, sekali lagi terbukti menjadi semacam "omong kosong" saja.
"Tidak ada tindakan yang berarti yang dilakukan oleh Dirjen pajak dan Menkeu untuk membenahi aparat pajak, harus ada sanksi dan pertanggungjawaban!" ujarnya.
Kasus pemerasan petugas pajak kembali terulang. Asep Hendro pemilih brand AHRS seorang pengusaha otomotif ngaku diperas petugas pajak PR penyidik PNS pada kantor pajak wilayah Jakarta. PR kini ditetapkan tersangka oleh KPK atas perbuatannya.