TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tanri Abeng mengaku dirinya bisa menjadi Menteri lantaran adanya utang dari International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1998.
"Januari 1998 saat Indonesia dilanda krisis. Bulan itu kita harus peroleh bailout dari IMF," ujar Tanri Abeng dalam acara Sarasehan Refleksi Kepemimpinan HM Soeharto dalam Membangun Kemandirian Bangsa di Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat, Sabtu (13/4/2013).
Tanri menjelaskan, saat itu ia diminta almarhum Presiden ke-2 RI, Soeharto untuk bagaimana solusi menjual aset BUMN yang nantinya untuk mengganti hutang yang diberikan IMF.
Peristiwa itulah yang membuat Tanri bisa bertemu Soeharto dan bertatap muka hanya berdua saja.
"Saat itu beliau menjelaskan, kita baru saja tanda tangani kesepakatan dengan IMF. Kita butuh hutang. Saya didesak untuk jual BUMN. Saya tidak keberatan. Tapi kalau kita jual murah, habis aset negara dan hutang tidak akan selesai," kata Tanri.
Karena itulah Tanri bersedia membantu Soeharto mencari solusi terbaik bagaimana BUMN tidak dijual dengan harga yang murah. Ia mengaku dalam waktu tiga minggu mempelajari latar belakang BUMN sebelum memberikan pendapat.
Setelah tiga minggu, Tanri berpendapat, untuk menciptakan nilai 158 BUMN yang ada di 17 Kementerian. Maka BUMN ini harus dikelurakan dari birokrasi dan dimasukan ke koorporasi melalui holding kompany.
"Setelah membaca sekitar 5 menit, beliau memasukkan pemaparan saya ke dalam lacinya. Saya disuguhi minum teh tanda pertemuan selesai," tutur Tanri.
Singkat cerita, Tanri mengatakan selang beberapa waktu ia menyampaikan pemaparan tersebut, dirinya tiba-tiba dipanggil kembali oleh Soeharto. Disanalah dirinya ditawari menjadi Menteri BUMN.
"Tiga hari sebelum pengumuman Kabinet Pembangunan VII itu, beliau mau ketemu saya. Saya diminta urusi BUMN. Saya katakan siap. Jadilah saya menteri," kata Tanri.
Antara IMF, Tanri Abeng dan Soeharto
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger