TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem proporsional terbuka, membuat calon legislatif harus berlomba-lomba meraih simpati konstituen di daerah pemilihannya. Tidak melulu harus dengan uang dan popularitas, Farhan memiliki cara lain bersosialisasi kepada pemilih.
Bekas aktifis Front Perjuangan Pemuda Indonesia selama berkuliah di Universitas Gajah Mada ini mengaku tak memiliki banyak uang untuk berkampanye. Karenanya, sejak masa kampanye dibuka Januari lalu, tiap bulan Farhan turun ke dapilnya.
"Sistemnya saya lewat silaturahim ke warga. Mungkin saya caleg di mata orang-orang enggak ada gengsinua. Saya keluar masuk warung kopi, dan mengobrol untuk perkenalan," cerita Farhan kepada Tribunnews.com usai diskusi di KPU, Jakarta, Jumat (3/5/2013).
Ia tak bisa seperti caleg lain yang datang menggunakan Fortuner atau mengajak warga berkumpul di hotel. Makanya, ia bersama jaringan aktifis alumni Jogja keliling kampung menggunakan sepeda motor. Pendekatannya pun disesuaikan secara kultural.
Kebetulan, sebagai orang yang besar di daerah Lamongan dan Gresik, Farhan mengerti betul tradisi dan kelakukan masyarakat pantai utara Jawa ini. Pendekatannya diawali dari ngobrol biasa, dan ketika sudah akrab, baru melontarkan maksudnya hatinya sebagai caleg.
Masyarakat Pantura, dikatakan Farhan, lebih guyub didekati dengan komunikasi dialogis, sehingga menciptakan hubungan sosial yang tidak kaku. Ketika suasana mencair, Farhan memperkenalkan dirinya menjadi caleg dan izin memasang stiker di warung kopi tadi.
Bahkan, bukan hanya keluar masuk warung kopi. Tak sekali dua kali Farham pun kerap singgah dan menginap di rumah-rumah warga yang sehari-hari sebagai petani garam dan nelayan. Ia lebih sreg dengan cara ini untuk lebih dulu dikenal warga di dapilnya.
Tak terelakkan, fenomena dan kultur masyarakat Pantura menciptakan proses politik sangat mahal. Untuk tak terjebak karena ongkos politik mahal, Farhan memilih mendatangi mereka dengan apa adanya.
Seringkali, ketika lama mengobrol dan akrab, warga terperanjat mengetahui Farhan maju sebagai calon anggota dewan di Senayan. "Alhamdulillah sampai sekarang belum ada seorang pun minta sumbangan sama sekali ke saya," cerita Farhan.
"Saya mau membangun kejujuran politik terhadap warga. Saya tidak ingin menampilkan kemelaratan membuat orang harus menghalalkan politik uang. Semua itu saya lakukan megalir begitu saja, tanpa rekayasa atau setting lebih dulu," ceritanya lagi.
Namun selama sekian kali turun ke dapil, Farhan mengakui harus bekerja dua kali, di samping harus mensosialisasikan dirinya sebagai caleg, juga harus meluruskan persepsi partai yang menjadi kendaraannya maju ke Senayan, yakni Demokrat.
"Yang menarik dari pikiran mereka pertama, tahu informasi Demokrat di media tidak senyatanya. Makanya saya harus menjelaskan kondisi sebenarnya partai Demokrat dari orang dalam. Awalnya ketika mereka tahu saya Demokrat memang ada yang memandang sebelah mata," katanya.
Hal itu diakuinya ketika satu kali keliling, minum es dawet di daerah pantura Lamongan. Saat itu, setelah lama mengobrol dan akrab, Farhan menyampaikan maksudnya kalau maju dari Demokrat. Sang penjual tiba-tiba berseloroh, "Lho kok Demokrat."
Mau tidak mau, warga yang terbius dengan pemberitaan media soal Demokrat selama ini, Farhan harus turun tangan dengan kembali menjelaskan bahwa kenyataannya tidak demikian. Sampai pada akhirnya, mereka terbuka setelah menerima klarifikasi langsung darinya.
Untuk dana kampanye sendiri, Farhan mengaku selama tiga bulan turun ke dapilnya baru mengeluarkan uang di bawah Rp 10 juta. "Kalau stiker dari kantong sendiri dan juga kalender. Sejauh ini tiga bulan belakang enggak sampai tujuh juta habisnya," katanya lagi.
Diakuinya, untuk dapil Jatim X adalah dapil neraka. Politisi gaek di dapil ini mencalonkan kembali seperti bekas politisi PKB, Effendi Choiri, Ketua Bappilu PAN, Viva Yoga Mauladi dan sebagainya. Ia tetap optimis meski ada setidaknya tujuh incumbent anggora DPR maju di dapil ini.
"Kalau jaringan saya ada sekitar enam lapis. Komunitas pemuda, aktifis alumni Jogjakarta, alumni Pesantren Langitan, komunitas petani dan petani Garam. Target saya mendapatkan 187 ribu suara," tukas Farhan yang mengaku mengandalkan jaringan santri Langitan yang terkenal itu.
Caleg Demokrat Ini Sosialisasi Lewat Warung Kopi
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger