TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli mengkhawatirkan praktik politik kartel yang belakangan marak terjadi akan merusak bahkan membunuh proses demokrasi.
"Karena prinsip kerja politik kartel adalah membungkam peluang kandidat lain (exclucion politic), terutama para pesaing yang dianggap calon berat agar mereka tak muncul dalam Pilkada," ujar Rizal Ramli, yang juga Ketua Aliansi Rakyat Untuk Perubahan (ARUP), Selasa (7/5/2013).
Rizal menilai, para petahana biasanya bahkan sudah menerapkan praktik kartel sejak Pilada periode sebelumnya. Exclucion politic yang diakukan Gubernur Jatim itu bertujuan tidak memberi kesempatan kepada calon gubernur dan calon wakil gubernur tertentu.
“Saya melihat politik kartel mulai banyak dilakukan peserta Pilkada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dari pengalaman yang sudah-sudah, exclucion politic banyak dilakukan para calon petahana. Sehubungan dengan itu, saya minta Calon Gubernur Jawa Timur incumbent Soekarwo tidak memainkan politik kartel menjelang pemilihan 29 Agustus mendatang,” ujarnya.
Hal ini, kata Rizal agar dia bersama wakilnya yang juga calon Wakil Gubernur petahana Syaifullah Yusuf dapat melenggang tanpa adanya saingan berat. Dia memastikan, praktik kartel seperti ini berindikasi politik transaksional.
“Bisa saja praktik ini mencontoh kartel-kartel yang ada di bidang ekonomi. Tapi ada juga yang secara politik disengaja, seperti pada pemilihan bupati di Bondowoso,” katanya.
Terkait hal itu, ikon perubahan yang di kalangan nahdiyin akrab disapa dengan Gus Romli tersebut juga mendesak Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Timur menyelidiki dugaan adanya praktik kartel politik.
“Saya kira, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) juga harus menyelidiki dugaan politik uang dalam Pilgub Jatim,” kata Rizal Ramli.