TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas pegawai BUMN FX Arief Poyuono menyindir 10 menteri dalam kabinet Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, yang maju sebagai caleg tingkat DPR tapi tak mau mundur sebagai menteri.
"Saya Ketua Umum Federasi Serikat Buruh BUMN Bersatu. Saya secara konsisten mengundurkan diri, karena saya maju sebagai caleg Gerinda," ujar Arief usai mendaftarkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (13/5/2013).
Menurut Arief, ia mundur karena konsisten melaksanakan undang-undang. Sebagai pegawai kecil BUMN, ia mengaku tidak mungkin menggunakan kekuasaannya. Anehnya, menteri yang punya kekuasaan besar justru tetap menjabat sekalipun jadi caleg.
"Kalau seorang menteri mau jadi caleg, harusnya konsisten juga dong kayak saya, mundur. Kita tahu setiap akhir tahun penggunaan APBN para menteri biasanya jor-joran menggunakan dana untuk pemasangan iklan. Dia diuntungkan kalau begitu," tuturnya.
Dengan kemungkinan menteri menggunakan iklan kementeriannya yang berasal dari dana APBN untuk memopulerkan diri di mata pemilih, sangat tidak adil bagi caleg lain. Apalagi, dalam sistem suara dengan proporsional terbuka, mereka yang populer tingkat keterpilihannya tinggi.
Arief bersama kuasa hukumnya, Habiburokhman, mendaftarkan uji materil atas Undang-undang Pemilu No 8 Tahun 2012, khususnya pasal 51 ayat (1) huruf k, yang bertentangan dengan Pasal 22 huruf E dan Pasal 28 huruf D UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi.
"Inti permohonan uji materil ini adalah, agar semua menteri yang mendaftar menjadi calon anggota DPR harus mengundurkan diri lebih dulu," jelas Habiburokhman, usai mendaftarkan uji materi di MK, Jakarta, Senin.
Pasal 51 ayat (1) huruf K UU Pemilu mensyaratkan kepala daerah atau wakil kepala daerah atau pegawai negeri sipil atau anggota TNI atau anggota Polri atau direksi atau komisaris atau dewan pengawas atau karyawan BUMN/BUMD, mundur jika mendaftar sebagai caleg.
Dalam pasal tersebut tidak disebutkan bahwa menteri atau pejabat setingkat menteri tidak disyaratkan mundur. Padahal, baik kepala daerah dan menteri sama-sama digaji dari dana APBN.
"Kami minta MK menafsirkan secara bersyarat, atau ditafsirkan ulang dengan menambahkan syarat menteri juga harus mundur. Kami minta dinyatakan inkonstitusional bersyarat," terangnya. (*)